29 Korban Ledakan SMAN 72 Jakarta Masih Dirawat, KPAI: Pelaku Diduga Terpapar Konten Kekerasan di Medsos

Sabtu 08-11-2025,17:51 WIB
Editor : Didik Eri Sukianto

Dr. Pradono Handojo menyatakan bahwa 2/3 dari total korban yang ditangani di RS Islam Cempaka Putih mengalami gangguan pada pendengaran mereka.

Keluhan utama ini diduga disebabkan oleh gegar suara (acoustic trauma) akibat dentuman keras ledakan.

"Ini sedang kami tangani secara intensif oleh tim dokter spesialis THT kami," jelas dr. Pradono saat konferensi pers, Sabtu 8 November 2025.

Sementara itu, Ketua KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah menyoroti dugaan kuat adanya pengaruh konten kekerasan dari media sosial yang membentuk pola pikir dan perilaku terduga pelaku insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta.

BACA JUGA: Akses Dibatasi Berdasarkan Usia, Menkes Sebut Medsos Bisa Ancam Kesehatan Mental

"Karena kami, kita semua tentu berharap lingkungan satuan pendidikan itu bisa menjadi tempat yang aman, nyaman, menjadi perlindungan dan tempat belajar untuk anak-anak yang tentu ini membutuhkan adanya upaya sistem keamanan, sistem perlindungan dan juga mungkin deteksi termasuk pengawasan terkait dengan barang-barang yang dibawa anak-anak ke sekolah ini tentu menjadi atensi bersama," ujar Margaret dikutip Disway.id, Sabtu 8 November 2025.

"Karena dari hasil pengawasan, ternyata ada dugaan bahwa ada pengaruh konten di media sosial," ujarnya.

Oleh karena itu, Margaret meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk memperketat anak-anak dalam mengakses konten di media sosial.

"Saya kira ini juga perlu menjadi atensi terutama kepada Komdigi ya, mungkin butuh ada upaya sistem perlindungan yang lebih ketat lagi terkait dengan konten-konten negatif apapun itu, supaya bisa memberikan perlindungan kepada anak-anak," tutur Margaret.

BACA JUGA: Waspada Dampak Buruk Media Sosial pada Anak, Cara-Cara Ini Bisa Dilakukan Orang Tua

Tak hanya Komdigi, Ketua KPAI itu juga meminta kepada para orangtua agar tetap memberikan pengawasan terhadap anak-anak dalam mengakses konten di media sosial.

"Ternyata upaya pengawasan kepada anak juga tidak boleh hanya terkait dengan aktivitas di dunia nyatanya tetapi juga aktivitas anak-anak saat berada atau sedang berada di dunia maya atau di dunia cyber," pungkas Margaret.

Kategori :