Kaltim Juara Deforestasi 2024: Hutan Hilang Puluhan Ribu Hektare

Sabtu 19-04-2025,13:10 WIB
Reporter : Salsabila
Editor : Yos Setiyono

Pemprov Klaim Tutupan Hutan Masih Aman

Menurut Susilo, kondisi hutan Kaltim masih tergolong baik karena lebih dari 50 persen wilayahnya masih tertutup hutan yang saling terhubung.

BACA JUGA: Tambang Ilegal Serobot Hutan Pendidikan Unmul, Komite III DPD RI Bakal Turun Tangan

Bahkan, Dishut bersama mitra pusat dan swasta tengah menjalankan program rehabilitasi hutan dan lahan seluas 10.000 hektare di seluruh kabupaten/kota.

“Penanaman dilakukan oleh Dinas Kehutanan, UPT BPDAS, perusahaan tambang, dan PBPH. Kami juga aktif melakukan pengawasan dan pengendalian perizinan bersama UPT KLHK,” jelasnya.

Dishut juga mendorong partisipasi masyarakat, termasuk komunitas adat, dalam pengelolaan hutan melalui program Perhutanan Sosial, serta mengimbau warga membudayakan penanaman pohon secara berkelanjutan.

FWI Kritik Lemahnya Tata Kelola dan Dampak IKN

Sementara itu, lembaga pemantau kehutanan Forest Watch Indonesia (FWI) menyatakan bahwa tren deforestasi di Indonesia masih tinggi.

Menurut Anggi Putra Prayoga, Manajer Kampanye dan Intervensi Kebijakan FWI, rata-rata deforestasi nasional mencapai 900.000 hektare per tahun, dengan Kalimantan sebagai wilayah paling terdampak.

“Perbedaan data itu lumrah karena beda pendekatan. Ada yang memakai definisi vegetasi, ada yang berdasarkan tutupan lahan,” ucap Anggi.

BACA JUGA: Aktivitas Tambang Ilegal Kembali Terjadi di Kawasan Hutan Pendidikan Unmul Saat Libur Lebaran

FWI juga menyoroti buruknya tata kelola kehutanan di Kaltim. Tumpang tindih perizinan antar sektor menjadi biang kerok lemahnya perlindungan hutan.

Anggi juga menuding proyek Ibu Kota Negara (IKN) sebagai salah satu penyebab deforestasi di hutan alam dan ekosistem mangrove.

“Ini bukti bahwa pembangunan tanpa perspektif lingkungan mempercepat degradasi. Hutan kita makin terdesak,” tegasnya.

FWI mendesak reformasi tata kelola kehutanan melalui; Moratorium izin baru, Implementasi kebijakan satu peta, Penguatan pengakuan hutan adat, dan Pengesahan RUU Masyarakat Adat. 

“Transparansi dan akuntabilitas harus ditegakkan. Perusahaan yang merusak hutan harus diberi sanksi tegas agar ada efek jera,” pungkasnya.

Kategori :