"Kepala desa mendamaikan kasus ini dengan dua syarat: Supriyani harus membayar Rp50 juta dan mundur sebagai guru. Ini jelas kriminalisasi," ujarnya dalam pernyataan kepada media.
BACA JUGA: Akademisi Ini Menilai Penanganan Pelanggaran Pemilu di Kukar Masih Lemah
BACA JUGA: Wawali Samarinda Rusmadi Segera Dipanggil Bawaslu Kaltim, Perihal Laporan Tidak Netral Dalam Pilkada
Lebih lanjut, hasil visum menunjukkan bahwa luka yang dialami korban disebabkan oleh benda tajam, bukan oleh benturan benda tumpul seperti yang dituduhkan.
Abdul Halim menegaskan bahwa luka tersebut kemungkinan terjadi saat korban jatuh di sawah, dan bukan akibat kekerasan dari Supriyani.
Dukungan untuk Supriyani
Mantan Kabareskrim Polri, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji, turut menyatakan keprihatinannya atas kasus ini.
Ia menilai ada rekayasa yang sangat jelas dalam kasus ini dan menyebut bahwa tindakan Supriyani sebagai seorang guru tidak seharusnya dipidanakan.
BACA JUGA: Ekonom Prediksi Program Makan Bergizi Beri Dampak Positif bagi Perekonomian Nasional
BACA JUGA: Bawaslu Kukar Temukan 10 Pelanggaran Pilkada, 7 Kasus Pidana Tak Dapat Ditindaklanjuti
"Saya sangat prihatin dan sedih. Kasus ini tampak jelas direkayasa," kata Susno.
Menurutnya, yurisprudensi Mahkamah Agung sudah menegaskan bahwa tindakan guru dalam mendidik murid bukanlah tindak pidana.
Di sisi lain, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara tengah mendalami dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum jaksa dalam kasus Supriyani.
Sebelumnya, pengacara Supriyani, Andre Darmaan, mengungkapkan bahwa ada permintaan uang damai sebesar Rp15 juta dari pihak kejaksaan untuk penangguhan penahanan.
Namun, pihak Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, melalui Kasi Intelijen Teguh Oki Tribowo, membantah tuduhan tersebut.