IKN Bisa Jadi Kota Komersial, Melihat Contoh di Beberapa Negara

Rabu 21-09-2022,21:59 WIB
Reporter : Devi Alamsyah
Editor : Devi Alamsyah

Samarinda, nomorsatukaltim.com – Ibu kota negara baru biasanya didesain bukan sebagai pusat bisnis, melainkan administrasi semata. Tapi itu dulu, saat belum memasuki era digitalisasi. Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara justru dipindah di era yang berbeda. Apakah akan tetap sama atau tidak?

Suasana laboratorium gedung Islamic Development Bank (IsDB) Unmul mendadak hening. Fatih, salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Unmul kelas B menitikan air mata di hadapan Dahlan Iskan. Pengalamannya menjadi jurnalis di usia yang masih muda, 23 tahun, harus dihadapkan pada relitas pedas. Ia diancam. Ditakut-takuti oleh oknum tertentu karena beritanya. Dua minggu Fatih tidak bisa tidur nyenyak. “Saya banyak alami itu, itu tidak membuat saya takut. Saya punya keyakinan, kalau saya tidak mungkin dibunuh, maksimal dipukul,” kata Dahlan di hadapan ratusan mahasiswa Fisip Unmul, Rabu (21/9/2022). Dahlan salut sambil menepuk pundak pemuda berkacamata itu. Seisi ruangan pun bersorak menyemangati Fatih. Pembahasan tentang media hanya salah satu topik pembicaraan pada kuliah umum yang diadakan Program Studi llmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Unmul. Topik utamanya adalah tantangan masyarakat Kaltim menyongsong IKN di era transformasi digital. Di hadapan para mahasiswa, Dahlan bercerita sudah dua kali ke titik nol IKN. Melewati Sepaku dan kampung transmigrasi yang sudah maju di sekitarnya. Lokasi IKN sendiri berada di sebelah jalan poros ke Kalsel. Saat melewati itu, kesan terpencil di lokasi IKN seakan hilang. “Ternyata IKN sama sekali tidak di tengah hutan. Di pinggir jalan utama,” kata Dahlan yang tampil dengan setelan jas dan sepatu ketnya. Tapi, secara estetik, lokasi tersebut tidak indah. Cenderung membosankan malah. Jenis pohonnya rata-rata sama yaitu Meranti Merah. Tidak ada keberagamannya. Tapi itu tantangan. Peluang bagi Unmul bisa memberikan saran desain bentuk hutannya nanti seperti apa kepada pemerintah, jika masih ingin mengusung konsep green city. Ini kesempatan besar bagi kampus tersebut kata Dahlan. Di beberapa negara pemindahan ibu kota sendiri rata-rata punya kesamaan. Sama-sama bukan sebagai pusat bisnis sebut pembina media Disway ini. Contohnya: Washington DC di Amerika Serikat, Brazilia di Brazil, Putra Jaya di Malaysia dan Canberra di Australia. Tidak hanya administratif, tapi jadi areal komersial di tempat-tempat tadi. Hanya di Putra Jaya yang mulai berubah. Sebab ada beberapa perusahaan yang pindah. Bahkan beberapa kota di Tiongkok ada juga yang berubah menjadi kota komersil. Beijing misalnya yang semula di buat untuk kota wisata justru berubah menjadi kota industri. Mulai menyaingi Shanghai. “Karena tuntutan ekonomi. Ekonomi itu mengalir karena ada uang.” Tapi pemindahan itu terjadi berpuluh-puluh tahun lalu dan tidak serta merta berlangsung cepat. Malah sebelum adanya gadget atau era digitalisasi. IKN kini justru lahir di era keterbukaan informasi. Kalau berkaca pada kebijakan pemerintah, maka keputusan IKN tetap terpusat. Pertanyannya kata ayah dari Azrul Ananda ini, apakah IKN juga akan sentralistik seperti demikian atau sebaliknya? “Menurut saya IKN ini di persimpangan. Cara pandang itulah yang menentukan persepsi,” jelasnya. Berkaitan dengan cara pandang, Dahlan bercerita lagi saat memberikan kuliah umum di Kampus Unikarta Tenggarong beberapa waktu lalu. Ia bertanya berapa jarak dari Tenggarong ke IKN?. Sebagian besar menjawab sampai ratusan kilometer ketika melihat dari google map. Tapi satu mahasiswi memberikan jawaban berbeda. Yaitu hanya 18 kilometer dari Tenggarong jika ditarik garis lurus. “Dan Tenggarong harus buat jalan pintas ke IKN. Itu tadi, tergantung bagaimana cara pandang kita. Kalau cuma 18 kilometer ke IKN, orang Samarinda ke IKN tinggal lewati Tenggarong,” sindir Dahlan. Rektor Unmul Masjaya pun tidak ketinggalan memberikan pandangannya mengenai IKN. Dalam desainnya ada beberapa prinsip yang harus diikuti dalam membangun IKN. Yang cukup penting adalah desainnya harus sesuai dengan alam. Forest city atau kota hutan. Masyarakat Kaltim pun harus bersiap diri. “Di Badan Otorita sendiri sudah buat desa digitalisasi kerja sama dengan Telkomsel,” sebut Masjaya. Tidak mudah memang menjadi orang yang terlibat dalam pembangunannya. Karena Masjaya selalu berpesan. Masyarakat Kaltim jangan terus menjadi penonton. Sudah waktunya menjadi aktor yang berperan penting dalam pembangunan. (boy/dah) Sumber: reviewsatu.com
Tags :
Kategori :

Terkait