Kesan Amyra Zahwa selama 5 Bulan Sekolah di AS
Senin 07-03-2022,09:09 WIB
Reporter : Devi Alamsyah
Editor : Devi Alamsyah
Amyra Zahwa Wicaksana tidak terlalu khawatir dengan pandemi varian baru ini. Selama 5 bulan terakhir mengikuti pertukaran pelajar Program KL YES di Amerika Serikat, ia merasa kehidupan negara itu sudah berjalan normal. Pun tiap sekolah sudah menerapkan tatap muka.
Devi Alamsyah, Samarinda.
“Menurut saya overall kehidupan di sini udah jauh lebih normal dari Indonesia,” katanya kepada Harian Disway Kaltim-Kaltara.
Amyra Zahwa merupakan siswi SMAN 10 Samarinda, Kalimantan Timur. Ia terpilih mewakili Indonesia mengikuti Program Kennedy-Lugar Youth Exchange and Study (KL YES) 2021/2022—Program pertukaran pelajar dengan beasiswa penuh dari pemerintah Amerika Serikat.
Ia adalah anak sulung dari 4 bersaudara pasangan Priangga Wicaksana dan Indo Saka Hidayani. Semua nama saudaranya berakhiran “Wicaksana”: Asyam Zhafran Wicaksana; Alva Zhafira Wicaksana; dan si bungsu Abrizam Zubair Wicaksana.
Amyra Zahwa lahir di Samarinda tahun 2004 lalu. Kini keluarganya tinggal di Jalan Abdul Wahab Syahranie 7, Samarinda.
Menurutnya, di AS penggunaan masker sekarang ini hanya di tempat-tempat tertentu saja. Seperti di sekolah, teater, rumah sakit, klinik. Anehnya justru di bioskop bebas. Tanpa harus pakai masker.
Kebanyakan tempat publik yang berada di luar ruangan, kata dia, tidak mewajibkan harus bermasker. Misalnya di jalanan, pusat perbelanjaan atau mal. “Tapi intinya tergantung kebijakan tempat tersebut,” jelasnya.
Amyra tinggal di Kota Grand Rapids—negara bagian Michigan, Amerika Serikat. Sekolahnya di Wellspring Preparatory School. Ia bisa menyimpulkan bahwa warga AS tidak sepanik sebelumnya terhadap pandemi cukup kuat. Karena selama di AS, Amyra sudah tinggal dengan tiga host family yang latarbelakangnya berbeda-beda.
Pernah tinggal di keluarga Caucasian, African-American dan juga Vietnamese.
Orang tua asuh pertama The Storm Family. Amyra Zahwa tinggal selama 5 minggu. Ia tak sendirian. Ada juga anak pertukaran pelajar dari Kuwait yang tinggal serumah. Pengasuhnya Susy Storm adalah seorang ibu tunggal.
Kemudian pindah ke rumah The Potter Family. Amyra tinggal selama 2 bulan. Ini keluarga black American. Keluarga yang ramai. Seru karena mereka punya banyak anak. Ada 7 anak plus tambah Amyra, jadi 8. Di rumahnya juga tinggal 1 keponakan yang seusia Amyra dari Kepulauan Virgin Inggris.
Mereka juga sering ngadain acara keluarga. Semua diundang. Termasuk anak yang sudah besar dan tidak tinggal serumah. Plus dengan sepupu-sepupunya. “Waktu Christmas sama thanks giving itu rameee banget”.
“Bapak ibunya karna punya anak banyak mereka juga penyanyang dan perhatian banget. Di rumahnya banyak makanan,” selorohnya.
Berikutnya, sampai sekarang, Amyra tinggal di The Huynh Family. Suaminya orang kulit putih. Lalu istrinya keturunan vietnamese. Ia tinggal mulai 13 Desember sampai saat ini. Keluarga ini tidak punya anak. Mereka tinggal hanya sama seekor anjing kesayangannya. Usia mereka juga muda. Masih 28 tahun. Amyra merasa nyaman dan sering diajak jalan-jalan.
Menurut pengamatannya, penyikapan pandemi di AS sudah lebih tenang. Sudah enggak ada lockdown dan sebagainya itu. Angka vaksinasinya juga lebih tinggi. Rata-rata orang dewasa di sana banyak yang sudah booster vaksin ketiga. Dan remaja seusia Amyra, juga sudah diperbolehkan dapat booster ketiga.
“Kalau boleh jujur disini kerasa lebih tenang, jadi saya juga ikut tenang. Apalagi vaksinnya enggak ribet dan gratis juga. Saya hari pertama datang langsung vaksin booster kedua. Enggak ada ceritanya ngantri”.
Itu berbanding terbalik ketika Amyra Zahwa di Samarinda. Pengalamannya saat mau divaksin susah sekali. Karenanya ia sempat tertahan untuk membuat visa ke Jakarta. Karena kebijakan penerbangan mengharuskan penumpangnya sudah melakukan vaksinasi.
Di sekolahnya sendiri, Wellspring Preparatory School penggunaan maskernya cukup ketat. Tapi tidak ketat-ketat banget lah. Karena ada saja yang melanggar. Dan masker boleh dibuka ketika berada di-lunch hall. Nah, jika ada yang melanggar, biasanya gurunya yang mengingatkan.
Bagaimana jika ada kasus terkonfirmasi COVID-19?
Di beberapa sekolah ketika kasus COVID-19 tinggi, baru mengambil kebijakan meliburkan sekolah selama beberapa waktu. Sekitar 2 minggu. Selama itu belajar daring. Lalu setelah itu, tatap muka kembali. Begitulah seterusnya penyiasatan yang dilakukan sekolah di AS. Menggunakan manajemen tutup-buka.
Namun, selama 5 bulan ini, di Wellspring Preparatory School tidak pernah meliburkan sekolah. Tapi di sekolah lain, berdasarkan informasi yang didapat Amyra ada yang sudah melakukan manajemen tutup-buka.
Ada juga sekolah yang sudah tidak mewajibkan masker. Hanya merekomendasikan. Artinya lebih baik menggunakan masker ketimbang tidak menggunakan. “Nah kalau begitu sudah bisa ditebak ya, siswa-siswanya juga enggak pakai masker,” ujarnya.
Dulu di keluarga pertama, jarak ke lokasi sekolah dekat sekali. Hanya 5 menit naik mobil. Amyra terkadang jalan kaki sekitar 20 menit. Jika kebetulan orang tua asuhnya berhalangan antar/jemput.
Sementara di keluarga kedua, sama sekali tidak ada yang antar jemput. Jadi tiap hari ia harus naik bus kota. Jaraknya lumayan jauh meski masih dalam satu kota: Grand Rapids. Tiap berangkat dua kali naik bus. Transfer busnya di central station. Jadi sehari 4 kali naik bus.
Nah, yang sekarang lebih nyaman lagi. Rumah hostmom-nya sekitar 10-15 menit jaraknya. Dan ibu angkatnya salah satu guru di sekolah Amyra.
SERBA GRATIS
Tentu sekolah di Wellspring Preparatory School sudah lebih maju. Amyra merasakan itu. Tapi yang paling penting ini: semua fasilitas sudah disediakan dan ditanggung sekolah. Siswa hanya belajar saja.
Wellspring Preparatory School adalah public school. Sekolah negeri. Jadi, negara menyediakan semua peralatan. Pun tanpa biaya. Ini berbeda dengan sekolah swasta yang ada biayanya.
Jika di bandingan dengan Indonesia, misalnya sekolah negeri sekarang ini masih ada biaya. Apalagi jika sekolah negerinya itu masuk kategori unggulan. Mungkin biayanya tak kalah mahalnya dengan swasta.
“Kalau public school ditanggung semua. Kecuali kayak yah merchandise sekolah. Tapi yang lainnya sampai laptop itu dipinjamkan,” katanya.
Hampir semua sekolah secara umum bejarnya sudah menggunakan laptop. Amyra bahkan hanya membawa 1 buku tulis saja ke sekolah. Itu untuk catatan tertentu saja. Karena semuanya sudah ada di laptop.
“Kalau ada notes, itu gurunya ngasih paper yang udah ada catatannya atau kita nulis di laptopnya. Itu juga gratis ya, Kak,” terangnya.
Jika sekolah swasta yang bayar SPP, mereka bisa dipinjami laptop seperti macbook. Karena berbayar, fasilitasnya juga lebih wah. Tapi sekolah negerinya juga sudah standar. Mislanya di sekolah Amyra, siswanya dipinjami chromebook dan sekolah menyediakan wifinya juga.
Peralatan di kelas seperti crayon, orgami hingga alat tulis semuanya dibelikan sekolah. “Bahkan temen saya yang dari Korea saja kaget karna ini (gratis, Red.),” ujarnya.
Kemudian sistem pemilihan kelas atau di AS disebut “courses”. Siswa dipersilakan memilih sendiri kelas apa yang mau diikuti. Sesuai minat dan yang dianggap penting oleh siswa itu.
Ada juga yang namanya jenis kelas AP (advanced placement). Itu kelasnya high level. Amyra ambil kelas itu untuk kelas AP Studio Art.
“Kerennya beneran. Muridnya punya aliran dan media art masing. Beda dengan kelas art biasa atau 2D, 3D art yang masih kayak berjalan sesuai pelajarannya. Tapi di sini bener2 bebas berkreasi dan saling mengkritik untuk membangun satu sama lain,” terangnya.
Ada syaratnya?
“Enggak ada syarat tertentu sih. Untuk graduate kalau enggak salah harus ambil minimal sejumlah kelas AP. Tapi karena kemarin saya pindahnya di semester 2, jadi saya ada syarat tertentu,” jelasnya.
Apa itu?
“Menghasilkan 10 art piece di semester ini, menunjukkan work ethic yang rajin dan mau bekerja, bisa catch up,” ujarnya.
Segala macam perlengkapan di kelas art itu sudah tersedia. Sekeliling ruangan ada spidol, cat. Pokoknya segala macam perlengkapan ada. Jika ada kebutuhan tertentu, siswa bisa meminta sama gurunya. Dan sekolah lah yang belikan kebutuhan siswa itu.
Contoh perbandingan dengan sekolah di Indonesia. Ketika ada lomba mendekorasi kelas, semua sudah disediakan oleh sekolah. “Tapi biasanya di Indonesia, misalnya lomba dekorasi menyongsong 17 Agustusan, kita beli sendiri dekorasinya”.
Yang Amyra sukai lagi, sekolah di Amerika itu mudah untuk mengakses atau masuk universitas. Tidak ribet. Seperti di Indonesia yang harus melalui seleksi SNMPTN, SBM atau ujian seleksi tertentu.
Sejak SMA sudah bisa ambil kelas kuliah. Itu bahkan masuk di jadwal sekolah. Siswa boleh ambil kelas kuliah di universitas tertentu. Jadi di jam tertentu sekolah, mereka para siswa pergi ke universitas untuk mengikuti kelas.
Ada juga yang kelas universitas-nya disediakan di sekolah. Jadi profesor/doktor pengajar dari universitas yang datang ke sekolah. Amyra Zahwa ambil kelas yang disediakan sekolah itu. Ia ambil kelas komunikasi dari Davenport University.
Dengan begitu, ketika para siswa itu lulus dan masuk kuliah, mereka tidak perlu mulai dari tahun pertama. Tapi bisa langsung loncat ke tahun kedua. Sehingga proses kelulusannya lebih cepat.
TERKESAN
Selama mengikuti program KL YES di Amerika, membuat Amyra merasakan hidup dalam berbagai budaya berbeda di setiap host family-nya. Ia banyak belajar bahwa terdapat banyak sekali budaya yang berasal dari seluruh dunia terkumpul di AS, karena masyarakatnya beragam.
Salah satu pengalaman paling berkesan sejauh ini, ketika dia berkesempatan untuk melakukan roadtrip ke kota Chicago bersama dengan host family-nya pada saat libur musim dingin. Ia berkesempatan untuk mengunjungi landmark terkenal seperti The Bean yang ada di Millenium Park.
Namun yang paling menyenangkan baginya ketika ia mengunjungi Willis Tower. Salah satu bangunan tertinggi dunia dan merupakan yang tertinggi kedua di belahan bumi bagian barat. Dulunya bangunan tertinggi di dunia. Setidaknya sampai tahun 1998.
Ia berkesempatan berdiri langsung di skydeck yang ada di lantai ke-103 bangunan tersebut. Di atas lantai kaca yang membuatnya bisa melihat langsung kota Chicago. Seakan-akan kota itu berada di bawah kakinya.
Jika hari cerah, pemandangan yang bisa dilihat dari skydeck tersebut sampai menjangkau 4 negara bagian: yaitu Illinois, Indiana, Wisconsin, dan Michigan. (*)
Tags :
Kategori :