DBH Migas Kaltim Turun Terus, Pengamat: Pemprov Harus Beralih Ke Energi Baru

Jumat 18-02-2022,19:44 WIB
Reporter : bayong
Editor : bayong

Samarinda, nomorsatukaltim.com – Angka dana bagi hasil (DBH) Migas Kaltim terus turun. Pemprov Kaltim harus segera mencari alternatif pendapatan lain. Hilirisasi industri adalah kuncinya. Penegasan itu disampaikan Pengamat Ekonomi Fekon Unmul Aji Sofyan Effendi. Dengan turunnya DBH itu, Pemprov Kaltim harusnya sadar agar tidak terlalu berharap pada sumber daya alam (SDA) dalam mencari pemasukan bagi daerah. Justru turunnya DBH Migas ini harus dijadikan momentum bagi Pemprov, untuk merancang blue print pembangunan yang baru. Yaitu pembangunan yang mengedepankan energi baru terbarukan (EBT). “Harus ada road map atau blue print industri hilir berbasis EBT,” tegasnya saat dikonfirmasi nomorsatukaltim.com - Disway National Network (DNN), Jumat (18/2/2022). Selain itu, Pemprov juga harus memiliki pencapaian target pembangunan. Agar penggunaan hasil SDA bisa digunakan kembali untuk melakukan recovery pembangunan. Salah satunya membentuk industri hilir berbasis EBT. Pembangunan jangka panjang seperti ini harusnya juga dipikirkan oleh pemerintah. Pendapatannya bisa kontinyu atau berkelanjutan. Tidak instan, berjangka pendek, dan insindental seperti sekarang. Aji mencontohkan hilirisasi kelapa sawit misalnya. Semestinya saat ini Kaltim sudah memiliki pabrik pengolahan crude palm oil (CPO). Untuk batu bara Kaltim seharusnya sudah mempunyai smelter sendiri. Sama halnya dengan migas, sudah harus ada industri hilir atau penunjangnya. Semua itu berbasis ekspor. Sayangnya rencana itu tidak pernah dilakukan pemprov. “Bukan belum jalan, tapi tidak ada. Nihil. Akhirnya ya, kita hanya berharap DBH SDA yang setiap tahun turun terus,” singgungnya. Ia sangat menyayangkan, apalagi dengan adanya ibu kota negara (IKN), Pemprov justru terlihat semakin menunjukan ketidaksiapannya membuat proyek-proyek penunjang. Kawasan industri tidak sepenuhnya jalan. Mulai dari kawasan industri Kariangau-Buluminung di Teluk Balikpapan; kawasan industri dan pelabuhan (KIPI) Maloy di Kutim; dan kawasan Danau Semayang, Danau Jempang dan sekitarnya di Kukar-Kubar. “Mestinya kawasan industri sudah mencapai starting point 50 persen dari seluruh program. Ini belum ada. Gregetan kan kita jadinya.” Karena itu konversi ekonomi berbasis SDA menjadi EBT mutlak diperlukan. Memang berat dan tidak semudah membalikan telapak tangan. Karena rata-rata pengusaha lebih memilih industri hulu. Cost lebih murah dari pada berinvestasi pada sektor hilir. Tapi pemerintah punya keweangan mengintervensi. Agar pengusaha juga mau berinvestasi pada sektor hilirisasi. “Kalau negara lain bisa kenapa kita tidak,” tutup guru besar Fekon Unmul ini. (boy/zul)

Tags :
Kategori :

Terkait