Mengintip Kesibukan Syahari Jaang selepas Pensiun

Senin 31-01-2022,22:39 WIB
Reporter : Devi Alamsyah
Editor : Devi Alamsyah

Syaharie Jaang kini punya lebih banyak waktu. Paska pensiun sebagai wali kota Samarinda. Ia memilih bangun rumah Lamin dan berkebun. 

Oleh: Baharunsyah, Samarinda. Nomorsatukaltim.com - Tampil stylish dengan celana pendek biru dan kemeja biru serta topi fedora hitam, Syahari Jaang tampak sibuk membuang daun-daun kering yang berguguran di lantai. Saat pekerjaannya selesai, ia naik ke atas rumah lamin khas Dayak. Kepada Disway Kaltim, Jaang memerlihatkan beberapa ornamen khas Dayak yang terukir di dinding. Ornamen khas Dayak itu terukir sangat besar. Terletak di tengah bangunan. Dengan panjang sekitar 3 meter dan tinggi 1,5 meter. Di sisi kanan dan kirinya dipasang tameng atau perisai khas Dayak. Sementara di ujung kanan dan kiri masing-masing ada satu pintu, dengan topeng Hudoq di atasnya. “Ini yang buat orang lokal, kebetulan keluarga juga orang Dayak,” katanya. Semuanya terpahat rapi dari kayu. Licin juga tidak kasar saat disentuh. Paduan warnanya sangat otentik dengan khas Dayak. Kami sempat duduk di bangku berbahan dasar ulin yang dipernis sehingga tampak lebih halus dan mengkilap. Saat itu, Minggu (23/1/2022) siang. Cuaca sedang tidak begitu terik. Angin justru bersahabat dengan bertiup sepoi. Duduk di perapian yang terbuka, semakin menambah sejuk suasana. “Sini ikuti aku,” ajaknya. Kami berjalan ke samping rumah yang ternyata ada jalur khusus. Pintu dibuka. Saat pertama kali menginjakan kaki ke dalam, mata kita langsung disambut banyak pernak pernik khas Suku Dayak. Di sebelah kiri ada banyak jenis keranjang yang biasa dipangku di punggung. Fungsinya beragam. Ada yang dipakai menaruh padi. Ada yang digunakan untuk menyemai. Ada pula lesung. Biasanya dipakai untuk menumbuk padi. Di sisi kanan digantung alat untuk berburu dan perang. Seperti Mandau, tombak hingga sumpit. Mandau pun beragam. Ada Mandau hias dan perang. Semakin masuk ke dalam ternyata sudah dibuatkan pembatas khusus. Mirip kamar. Setiap pembatas dipasang banyak pernak pernik daerah. Mirip museum mini. Karena memang konsepnya adalah demikian. Ada pula dokumentasi pribadi Syahari Jaang semasa menjabat sebagai wali kota. Mulai dari kliping koran tentang rencan membangun flyover, sampai foto-foto pribadi lainnya. Di sebelah kiri ada dua kamar. Kamar yang tidak terkunci berisi galeri milik istrinya Puji Astuti saat menjadi ketua PKK Samarinda. Isinya ada sarung Samarinda yang tergantung dan kain batik buatan lokal. Di sebelahnya kamar yang berpintu. Syahari Jaang membuka kunci. Isinya ternyata galeri pribadinya saat menjabat wali kota. Mulai dari baju dinas, piagam penghargaan dan lainnya. Safari singkat pun berakhir di pintu yang tertuju pada perapian terbuka di awal. “Sejarah itu sangat penting,” ucap ayah dua anak ini. Jangan sampai katanya perkembangan zaman menggerus budaya lokal. Atau burukunya, generasi saat ini justru tidak tahu apa saja peninggalan dan kearifan lokal khas Dayak. Berbekal itulah dirinya berinisiatif membuat rumah lamin. Di tanah pribadinya di pinggiran kota. Lokasinya di Jalan Batu Cermin, Sempaja, Samarinda Utara. Untuk masuk ke sana harus bersabar. Karena aksesnya yang berupa jalan lingkungan masih sempit. Bahkan masih ada perbaikan di beberapa titik. Lampu jalanan juga masih minim. Sepanjang perjalanan kita akan disuguhkan banyak pepohonan rindang yang belum terjamah proyek. Meski ada pula beberapa plang yang menawarkan menjual tanah di lokasi itu. Jauh dari hiruk pikik ibu kota dan banyak meluangkan waktu untuk berkebun, itulah yang kini digeluti Jaang. Biasanya ia di rumah lamin saat weekend. Bahkan menginap di sana. Kebetulan di dekat rumah lamin, Jaang membangun rumah pribadi juga yang terbuat dari kayu. Tujuannya memang sebagai tempat inap kalau ada tamu berkunjung. Ia lebih banyak mengisi waktu luang di sini. Kadang-kadang mengecek tanamannya di kebun. Apakah sudah panen atau belum. “Tanamannya campur. Ada nangka, rambutan, manggis, kelengkeng petai,” sebutnya. “Kalau petai sudah panen, aku mau jualan petai aja di kap mobil, jadi juragan petai,” selorohnya. Senyumnya juga berseri-seri. Saat pandemi mulai melanda 2019 lalu, Syahari Jaang lebih banyak menghabiskan waktu di sini. Membuat ide bangunan dan ikut membantu menyelesaikan rumah. Tak ada konsep awalnya seperti apa hendak membangun rumah lamin ini 2019 silam. “Nenek moyang kita ini dulu enggak ada gambar-gambar gitu, bisa aja bikin (rumah lamin),” katanya bercanda lagi. Setelah sekian tahun, rumah pun jadi. Masih jarang orang datang kemari. Demikian juga dengan penduduk sekitarnya. Bisa dihitung dengan jari berapa yang melintas. Inginnya Jaang, rumah ini bisa menjadi destinasi wisata alam dan budaya. Bisa melihat kerifan budaya lokal khas Dayak. Sembari menikmati hasil kebun yang terpampang. “Ke depannya nanti gitu. Tapi sekarang kalau mau datang pas weekend saja. Yang penting jangan lupa uang kebersihan untuk yang jaga,” tutup Jaang. Azan Zuhur pun berkumandang. Surau Musala mulai ramai, menandakan berakhirnya pula pembicaraan kami. (boy/dah)
Tags :
Kategori :

Terkait