Jualan Batu Bara Bukan Bakso, Penghentian Ekspor Sementara Dianggap Merugikan

Senin 03-01-2022,19:54 WIB
Reporter : Devi Alamsyah
Editor : Devi Alamsyah

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Pengusaha batu bara di Kaltim menganggap  penghentian penjualan batu bara keluar negeri selama Januari 2022 ini merugikan. Selain itu, pengawasan terhadap domestic market obligation (DMO) juga dipertanyakan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Samarinda (APBS), Eko Prayitno menyatakan, jika kebijakan DMO 25 persen berjalan, seharusnya tidak perlu ada kebijakan penghentian ekspor. "Sebenarnya kalau DMO itu jalan enggak ada masalah. Cukup untuk memenuhi kebutuhan pasokan batu bara dalam negeri," katanya, Senin (3/1/2022). Ia menjelaskan para pengusaha berlomba-lomba ekspor lantaran harga jual domestik lebih rendah. Tapi, untuk memastikan stok batu bara dalam negeri tetap aman, maka ditetapkanlah DMO 25 persen. Eko berasumsi kekhawatiran pemerintah ini karena pengawasan kepatuhan pengusaha batu bara menjalankan 25 persen DMO rendah. Merugi? Sudah pasti. Persoalan lain yang bakal muncul adalah kelebihan stok batu bara dalam negeri. Ini lantaran pengguna terbesar batu bara adalah PLN. Eko khawatir jika semua penambang lokal menjual ke PLN, bisa jadi batu bara akan tak tertampung sepenuhnya atau overload. "Kalau stok terlalu banyak nanti jadi overload, kelebihan batu bara nya. Penambang jadi ikut rugi. Enggak bisa jual ke dalam, juga enggak bisa jual ke luar (negeri)," imbuhnya. Di samping itu, kata Eko, PLN pasti akan menyortir pasokan batu bara. Mulai dari kualitas kalori dan lainnya. Ia berharap PLN mau menampung semua kalori yang masuk. Baik rendah atau pun tinggi. Karena hanya perusahaan besar yang biasanya menambang batu bara dengan kalori tinggi. Eko berharap penambang dengan kalori kecil juga diperhatikan. Hal lain yang perlu dipikirkan adalah perusahaan yang sudah terlanjur meneken kontrak jangka panjang. Apakah kegiatan eksportir juga harus dihentikan atau tetap berlanjut. "Bisa saja ada kapal yang sudah loading terus berlayar ke tengah laut, tiba-tiba dihentikan. Karena kontrak ini berjalan juga. Apa ada kompensasi dan lainnya. Ini juga harus diperhitungkan," singgungnya. "Karena bisnis batu bara ini bukan kaya jualan bakso. Hari ini enggak laku, besok bisa laku, tidak. Harus loading dulu, nunggu conveyor dulu sampai penuh baru dijual. Paling tidak kalau misalnya diberlakukan Maret seumpamanya, Januari ini penambang sudah bisa jaga-jaga," ucap Eko. Tunggu Arahan Pusat Sementara itu, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim masih menanti kebijakan turunan pusat perihal penghentian ekspor batu bara ke luar negeri. Hal itu ditegaskan Kepala ESDM Kaltim Christianus Benny. "Belum, kita masih menunggu juga arahan dari Menteri ESDM dan menteri perdagangan terkait kebutuhan batu bara untuk PLN," katanya, Senin (3/1/2022). Benny menyebut produksi batu bara Kaltim sejatinya mengalami peningkatan. Misalnya per September 2021 lalu, produksinya mencapai 76,3 juta ton. Di bandingkan triwulan pertama yakni 73,8 juta ton. Secara gamblang, katanya, peningkatan produksi itu juga dikarenakan tingginya permintaan pasar luar negeri. Belum lagi untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik dalam negeri yang dijual ke PLN. Sehingga secara umum tren tahun lalu masih cenderung stabil. "Di sana masih rapat. Kami menunggu saja dulu berapa kebutuhan batu bara untuk PLN baru mungkin ada kebijakan lainnya," tutupnya. Diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) baru saja mengeluarkan kebijakan yang melarang perusahaan pertambangan batu bara untuk melakukan kegiatan ekspor batu bara dari 1 Januari 2022 sampai 31 Januari 2022. Kebijakan itu tertuang dalam surat dengan NomorB-1605/MB.05/DJB.B/2021yang diterbitkan pada tanggal 31 Desember 2021. (Boy/Eny)
Tags :
Kategori :

Terkait