Budisatrio: Produktivitas Padi Harus Ditingkatkan

Selasa 21-12-2021,19:30 WIB
Reporter : Yoyok Setiyono
Editor : Yoyok Setiyono

SAMARINDA, nomorsatukaltim.com – Anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN Gerardus Budisatrio Djiwandono menekankan pentingnya peningkatan produksi padi dan hasil pertanian di Kalimantan Timur. Hal itu demi mengantisipasi migrasi jutaan orang ke ibu kota negara (IKN) baru. Pada tahap awal, kata Budisatrio, sekitar 123.523 Pegawai Negeri Sipil (PNS) pusat yang akan dipindahkan. Banyaknya pendatang ini memberikan kekhawatiran sendiri atas ketersediaan komoditas beras di Kaltim. Apalagi, hingga saat ini distribusi beras di seluruh Kaltim masih didominasi dengan beras impor. Anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN sekaligus Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dapil Kaltim Gerardus Ketika ditemui pada acara penyerapan aspirasi di Samarinda,  Senin (20/12) Budisatrio mengakui ketersediaan beras memang menjadi permasalahan yang sangat penting. Diketahui, ada 2 daerah yang sebenarnya memiliki potensi menjadi lumbung panen atau lumbung beras. Dua daerah tersebut ialah Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Apalagi, 2 daerah ini juga merupakan daerah yang menjadi lokasi IKN baru. Guna mencukupi stok beras, Budi telah mengidentifikasi permasalahan pertanian Kaltim. Antaranya, permasalahan lahan pertanian dan teknik irigasinya sendiri. “Perlu kita ketahui, tanah pertanian di Kaltim itu tanah hujan dan mempunyai tingkat keasaman yang tinggi. Artinya perlu penanganan-penanganan tertentu,” ujar Budi. Politisi Partai Gerindra ini menerangkan, bahwa Kementerian Pertanian Republik Indonesia (RI) harus melakukan intensifikasi lahan pertanian dan peningkatan produktivitas beras itu sendiri. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produktivitas padi di tahun 2018 sebesar 40,45 kuintal/hektar dan ini menurun di tahun 2019, sebesar 36,41 kuintal/hektar. Produksi padinya sendiri, di tahun 2018 sebanyak 262 773,88 ton dan di tahun 2019 sebanyak 253 818,37 ton. “Lahannya perlu diidentifikasi dan intensifikasi lahan pertanian itu sendiri bisa kita tunjang. Tapi pelu ditingkatkan juga infrastruktur pertaniannya . irigasi nya, jalan usaha taninya. Yang perlu penguatan,” jelasnya. Hingga saat ini, stok beras di Kaltim lebih banyak menggunakan beras impor dari Pulau Sulawesi maupun Pulau Jawa. Budi pun tidak ingin kalau distribusi beras impor terus terjadi sampai IKN sudah mulai berlangsung. Ia menginginkan agar produktivitas padi di Kaltim bisa menyamakan dengan hasil produktivitas di Jawa, yaitu 8 juta ton/ hektar. “Saya terus mendorong kawan kawan pertanian tolong perhatikan ini, kita harus ada kebijakan afirmatif ada kebutuhan pemindahan ibu kota. Pangannya harus disediakan, berasnya nanti harus cukup. Kita nggak mau harus tunggu dari Sulsel (Sulawesi Selatan) atau Jawa,” tegas Budi. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Desa Bukit Raya Kecamatan Sepaku Sunoto, beberapa waktu lalu. Sunoto menerangkan, beras petani dihargai Rp 8 ribu hingga Rp 10 ribu per kilogram. Ini sudah dialami oleh petani desa Bukit Raya beberapa tahun terakhir. Jarang terjadi fluktuasi memang, tetapi sempat pula harga beras di Sepaku berkisar di angka Rp 10 ribu hingga RP 12 ribu. Dihantam dengan pandemi COVID-19 juga memberi dampak petani Sepaku kesusahan menjual padinya. Namun, yang menjadi faktor utama petani kesusahan menjual padi adalah banyaknya beras impor yang datang ke Kaltim.”Dampak serbuan beras dari luar Kaltim sepertinya. Stok dari luar kebanyakan, jadi permintaan menurun,” keluh Sunoto. Sunoto mengakali permasalahannya ini dengan mengajak seluruh warganya untuk membeli beras dari petani langsung. Tidak perlu memberi di mini market atau pasar tradisional. Selain itu, para petani padi juga dilibatkan dalam pekerjaan non-tani. Contohnya saja, buruh rintis atau kuli bangunan. Yang penting agar asap dapur di rumah petani masih mengepul. Sunoto juga sempat mewacanakan akan membangun Rice Milling di Sepaku. Tapi sayangnya, sebagian wilayahnya dicaplok karena adanya IKN ini. Sehingga rencana ini pun masih di angan-angan saja. Sunoto hanya berharap pemerintah bisa lebih perhatian lagi kepada petani padi. Dari pra tanam, tanam, hingga pasca panen. Selain Sunoto, ada pula keluhan dari seorang petani di Desa Sri Raharja Kecamatan Babulu Penajam Paser Utara (PPU). Priyanto namanya. Priyanto mengakui petani di sana masih kesulitan menjual hasil panennya. Priyanto menganggap perlunya sistem bisnis padi yang bagus. Jadi, ketika musim panen tiba, beras dari petani bisa langsung terbeli dengan harga yang bagus pula. “Bulog harus membuka keran pembelian dari petani. Agar beras hasil pertanian bisa terserap maksimal. Biasanya, Bulog membuka keran pembelian dalam periode tertentu,” kata Priyanto. Priyanto berharap agar pemerintah bisa menjamin harga beras petani lokal stabil karena biaya tanam meningkat. Yang artinya, penyerapan padi petani lokal ialah hal yang vital. Jika sirkulasi penjualan tersendar,petani akan kesulitan menanam lagi. Sementara modal tanam semakin tinggi. “Pengetatan zona tanaman pangan untuk persawahan padi juga harus dilakukan. Karena sekarang banyak persawahan dialihfungsikan menjadi kebun sawit. Akibatnya banyak lahan sawah tereduksi,” tegasnya. Pengamat ekonomi Universitas Mulawarman Aji Sofyan Effendi begitu bersemangat ketika ditanyai nomorsatukaltim soal pola bisnis komoditas padi. Menurut pria yang juga menjabat sebagai staf ahli Bupati PPU, Abdul Gafur Mas’ud ini. Memang sudah selayaknya petani padi diurusi dengan lebih baik. Hal utama yang harus dilakukan adalah membasmi tengkulak hingga ke akar-akarnya. Aji Sofyan melihat kesulitan petani padi mendapat cuan adalah karena tengkulak masih begitu berkuasa. Masih menjadi leading market. Tengkulak, yang disebut Aji Sofyan memegang prinsip ‘mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan cost sedikit mungkin’ telah merusak tatanan perdagangan beras di Kaltim. Pola para tengkulak selalu sama, yakni datang langsung ke petani untuk membeli padi mereka. Tanpa perantara. Sehingga, dengan alasan distribusi dan biaya angkut, tengkulak bisa menekan harga semurah mungkin. Petani, tak punya pilihan lain. Hanya pada tengkulak lah mereka bisa memasarkan hasil panennya. Ada pula kasus tengkulak meminjamkan modal tanam ke petani. Mengingat petani kerap kehabisan modal sebelum musim menanam tiba. Tapi kemudian, praktik ini justru menjerat petani. Karena secara tidak langsung, mereka berhutang budi pada tengkulak bersangkutan. Di mana hasil panen mereka, secara otomatis akan dijual pada si pemberi pinjaman. “Tapi hitung-hitungannya itu jadi tak ideal. Misal tengkulak meminjamkan Rp 10 juta. Hasil panen yang misalnya bisa mendapat Rp 25 juta dalam satu hektare. Akan dibeli Rp 15 juta. Bayar utang Rp 10 juta. Petani jadinya cuma dapat Rp 5 juta saja,” ungkap Aji miris. Dengan keuntungan yang minim, membuat petani akan kembali mengulangi pola yang sama. Meminjam modal, terpaksa menjual murah, untung sedikit, dan seterusnya. Benar-benar menjadi lingkaran setan. “Dalam konsep ekonomi pedesaan, itu salah. Tengkulak harus diperangi,” tegasnya. Untuk memutus ketergantungan terhadap tengkulak. Aji mengatakan bahwa solusinya hanya menghidupkan BUMDes. Lembaga terkait harus bisa menjadi mediator di dalam proses beli membeli padi. Untuk menghubungkan tengkulak dengan petani. “Kehadiran BUMDes bisa melakukan infiltrasi melalui subsidi. BUMDes bisa menyiapkan pestisida, bibit, dan pupuk dengan harga yang sangat amat murah.” “Masalahnya, banyak BUMDes yang belum berfungsi. Celaka dua belasnya, banyak BUMDes yang berperilaku seperti tengkulak,” paparnya. Belum berperannya cukup banyak BUMDes di PPU, disebut Aji telah dicari akar masalahnya. Yakni terkendala pada pendanaan. Karenanya, tim staf ahli Pemkab PPU telah mengusulkan adanya bantuan keuangan (Bankeu) untuk perkuatan modal BUMDes pada tahun 2022. “Sehingga BUMDes bisa menggelar kerja sama dengan petani. Ini kami kunci nanti di Peraturan Bupati PPU. Insyaallah tahun 2022 rencananya,” jelasnya. Peran Pemkab PPU nantinya tak akan berhenti sampai di situ saja. Seperti disebutkan Sunoto bahwa BUMDes pun kesulitan dalam melakukan penjualan hasil panen. Sehingga ogah bermain di area pertanian padi. Menjawab tantangan ini, Aji Sofyan menyebut Perusda Benua Taka akan memegang peranan strategis. Ke depan, akan terjadi kolaborasi segi tiga. Dari petani, BUMDes, dan Perusda Benua Taka. Lembaga terakhir diketahui akan membangun Rice Milling Unit (RMU) di Babulu yang baru saja di-ground breaking oleh Bupati AGM. Jadi dalam prosesnya, petani menjual padi ke BUMDes, lalu dibeli kembali oleh Benua Taka dengan harga di atas harga tengkulak. Atau bahkan di atas harga Bulog. Lalu, dengan RMU yang dimiliki, beras-beras dari petani lokal tesebut akan dihilirisasi menjadi produk yang wah. Dengan kemasan dan pengetatan mutu. Yang sudah barang tentu, akan menambah harga jual. Pun bisa bersaing dengan beras dari berbagai penjuru nusantara. “Benua Taka ini, Mas. Nantinya tidak hanya akan memenuhi kebutuhan beras di PPU, Balikpapan, Samarinda, dan sekitarnya. Target kami adalah ekspor,” ujar Aji Sofyan. Lebih lanjut, kolaborasi segi tiga ini akan memecah kebuntuan yang kerap terjadi. BUMDes yang selama ini tak tergerak karena kesulitan memasarkan. Nantinya tak perlu melakukan itu. Mereka hanya perlu menjadi mediator antara petani dan Perusda. Sebaliknya, BUMDes akan memainkan peran lainnya. Yakni menyediakan bibit, pestisida, pupuk dan keperluan petani lainnya dengan harga murah namun berkualitas tinggi. Serta melakukan pembinaan pada petani dengan menggandeng tenaga ahli/penyuluh pertanian handal. Sehingga petani tak hanya dijamin keterjualan hasil panennya dengan harga layak. Tapi juga mendapat solusi lainnya untuk mengatasi masalah berulang seperti penanganan hama dan penyakit tanaman. “Cakep sudah kalau itu terbangun. Semua jadi terfungsi,” kata Aji. Aji berharap rencana ini bisa terealisasi tahun depan. Dengan sistem dan SDM yang siap. Karena apabila pola bisnis ini terbentuk. Tengkulak tak akan lagi punya celah. Bahkan soal serbuan beras dari luar daerah, petani di Kaltim terutama PPU tak perlu risau lagi. “Kalau semuanya siap, ngapain takut sama serbuan beras dari luar. Kalau kita punya produk bagus dengan harga bersaing. Pasar akan berpihak dengan sendirinya,” pungkas Aji Sofyan. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait