Kaltim Punya Peluang Besar Kembangkan Industri Halal

Kamis 16-12-2021,16:28 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Provinsi Kaltim memiliki kesempatan besar menjadi penggerak ekonomi melalui sektor industri pertanian, makanan, dan fesyen halal. Tercatat, provinsi ini memiliki penduduk muslim sebanyak 3,32 juta jiwa, atau sebesar 87,41 persen total penduduk. Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kaltim Darmansjah mengatakan, ketiga sektor di atas terbukti mampu tumbuh positif meskipun terdampak pandemi COVID-19. Sebagai gambaran, industri halal di Indonesia memberikan pengaruh besar atas Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun terciptanya lapangan kerja. Pada 2020 lalu, Indonesia menduduki peringkat empat pada seluruh sektor industri halal dunia dalam indikator Global Islamic Economy. Lebih detail, sektor makanan menduduki peringkat keempat. Sektor fesyen lebih unggul di posisi ketiga. Sementara kosmetik dan farmasi berada di peringkat keenam. Begitu juga sektor pariwisata dan sektor keuangan. Terakhir, media rekreasi berada di peringkat kelima. Selama pandemi COVID-19 masuk ke Tanah Air 2020 lalu, sektor pertanian dan makanan halal memiliki resiliensi tinggi dan tetap tumbuh positif. Bagaimana dengan Kalimantan Timur? Dalam membantu mendorong Kaltim menjadi produsen industri halal utama di Indonesia, Darmansjah menjelaskan bahwa BI telah mengembangkan kerangka kebijakan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah (EKSyar). Eksyar ini bertumpu pada tiga pilar. Yaitu implementasi ekosistem halal value chain, pengembangan instrumen keuangan syariah, serta integrasi dengan keuangan sosial syariah sebagai alternatif pembiayaan, dan kampanye keilmuan dan peningkatan literasi EKSyar. BI Kaltim juga telah melaksanakan penguatan ekosistem Halal Value Chain (HVC) melalui pengembangan UMKM Syariah dan pengembangan kemandirian ekonomi pondok pesantren. “Di tahun 2021, BI Kaltim telah memfasilitasi sertifikasi 14 UMKM dan membina 5 UMKM Syariah untuk lolos melalui seleksi ketat Industri Kreatif Syariah (Ikra),” jelas Darmansjah, mengutip harian Disway Kaltim. Ikra merupakan inisiasi BI dan Yayasan Vivi Zubedi Indonesia yang diketuai oleh BI untuk membangun suatu ekosistem yang berkelanjutan bagi pengembangan produk usaha syariah di Indonesia. Ikra Indonesia mencakup pengembangan usaha syariah secara holistik. Termasuk pengembangan kapasitas, penguatan merek, penguatan pemasaran, dan penyediaan outlet pasar dalam dan luar negeri. Terkait pengembangan pondok pesantren sendiri, BI Kaltim memberikan dukungan kelembagaan melalui pembentukan Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren (Hebitren). Yang menanungi unit usaha dan bisnis yang dimiliki oleh pesantren di wilayah Kaltim. “Dengan terbentuknya Hebitren, diharapkan tercipta HVC antar pesantren. Sehingga pesantren dapat memenuhi kebutuhan satu sama lain dan terjadi peningkatan skala ekonomi usaha pesantren.” “BI juga mendorong implementasi replika model bisnis pesantren yang dapat mendukung pemberdayaan dan peningkatan ekonomi pesantren,” paparnya. Darmansyah merekomendasikan agar adanya pengembangan pasar lebih lanjut jika ingin mengembangkan industri halal. Tak kalah penting adanya dukungan akan awareness dan literasi syariah. Dominan Sektor Makanan Menurut data, Kaltim memiliki 307 ribu UMKM. Sebagian besar bergerak dalam industri makanan halal. Kepala Disperindagkop Kaltim Yadi Robyan Noor mengakui bahwa penggerak industri halal di Kaltim ialah sektor makanan. Seluruh UMKM halal juga dibina langsung oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (Disperindagkop) Kaltim. Roby menerangkan bahwa pihaknya selalu mendorong pelaku UMKM melalui pelatihan sertifikasi halal dan pemasarannya. “Kami kerja sama dengan pemerintah pusat, melalui pelatihan-pelatihan. Kita beri pemahamannya dulu, mengenai bahan baku, kemudian proses produksi dan sebagainya,” terang Roby, sapaan karibnya. Mengenai sertifikasi halal, Disperindagkop Kaltim juga bekerjasama Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM). Tiap UMKM harus mempunyai sertifikat halal agar mempunyai kesempatan masuk pasar modern. Sertifikat ini pun harus diperbarui setiap 4 tahun sekali. “Kalau sudah ada halal itu, mereka punya kesempatan untuk ke pasar modern. Masyarakat juga merasa aman karena sudah ada sertifikat halalnya,” lanjut Roby. Salah satu permasalahan yang sering dikeluhkan pelaku UMKM halal adalah pembiayaan. Karena mereka memerlukan alat produksi yang harus terpisah dengan pemasarannya. Belum lagi, modal untuk memenuhi bahan baku yang sesuai standar halal. Sehingga, Disperindagkop pun memberikan dana stimulan kepada pelaku UMKM. “Kami memberi stimulasi itu. Berapa sih kebutuhannya, biaya untuk survey (tempat produksi, red), termasuk kesiapan mereka sendiri,” ujarnya. Dana stimulan sudah sering diberikan oleh pemerintah pusat melalui Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM) sebanyak Rp 450 Miliar kepada UMKM Kaltim. Pada Juni 2021, telah tersalurkan sebesar Rp 235 miliar untuk 195.001 UMKM. Roby pun menargetkan dari setiap kabupaten-kota, sebanyak 10 UMKM akan mendapatkan pelatihan. DSH/ENY

Industri Halal di Tangan UMKM

Menurut pengamat ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Aji Sofyan Effendi, potensi industri halal di Kaltim berada di tangan pelaku UMKM. UMKM pernah menjadi penyelamat dalam krisis ekonomi tahun 97-98 lalu. Bahkan, sektor UMKM lah yang bertahan selama pandemi COVID-19. “Sebagian besar industri makanan dan minuman halal kita, baik di Kaltim dan kabupaten-kota di Kaltim, potensinya sangat luar biasa. Mereka menyerap lapangan kerja yang sangat besar. Karena mereka klasifikasinya kan tenaga kerja informal dari lingkungan terdekat. UMKM ini kan bukan hanya pakai modal, tapi juga pakai karya,” papar Aji. Pasca pandemi COVID-19, pelaku UMKM telah bergeser ke digitalisasi. Berbagai macam media sosial dan e-commerce menjadi wadah mereka menjajakan dagangannya. Namun, ada sebagian besar pelaku UMKM yang masih gagap akan penggunaan telepon seluler ataupun sosial media. Menurut Aji, inilah waktunya pemerintah mendampingi UMKM dalam pendampingan digital marketing. “Karena SDM UMKM halal kita ini selamanya tidak bagus-bagus amat. Pemilik UMKM itu adalah orang-orang tua yang gagap dengan handphone, dan yang gagap dengan media sosial. Nah, di sinilah butuh bantuan dari pemerintah untuk melakukan insight, begitu terdata. Harus langsung dicek berapa yang sudah dimasukkan ke e-commerce. Jadi harus ada bantuan khusus dari dinas terkait,” tegasnya. Aji berharap agar digitalisasi menjadi kebiasaan baru untuk berjualan. Pemerintah daerah harus mendukung hal tersebut melalui kebijakan pasti tentang UMKM digital. DSH/ENY
Tags :
Kategori :

Terkait