Lima Prioritas Pemerintahan Jokowi Periode Kedua

Senin 21-10-2019,09:48 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Presiden Joko Widodo pastikan ada perubahan nomenklatur dalam kabinet barunya. ANTARA/Hanni Sofia.

Jakarta, DiswayKaltim.com - Presiden Joko Widodo memastikan periode kedua masa pemerintahannya akan fokus kepada lima prioritas yang siap dijalankan dalam lima tahun kedepan.

Prioritas tersebut antara lain, pertama, pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang pekerja keras, dinamis, terampil dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hal tersebut tidak akan diraih dengan cara-cara lama. Melainkan cara-cara baru. Dengan mengundang talenta global, membentuk endowment fund, kerja sama dengan industri dan penggunaan teknologi.

Kedua, meneruskan pembangunan infrastruktur. Terutama yang menghubungkan kawasan produksi dengan distribusi, mempermudah akses wisata, mendongkrak lapangan kerja dan akselerasi nilai tambah ekonomi.

Ketiga, menyederhanakan dan memangkas regulasi dengan menerbitkan Undang-Undang (UU) besar. Yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM.

"Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus Law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU," kata Jokowi dalam sambutan usai acara pelantikan di Jakarta, Minggu.

Keempat, melakukan penyederhanaan birokrasi dengan memotong prosedur yang panjang. Serta mendorong adanya jabatan fungsional yang menghargai keahlian dan kompetensi.

"Saya juga minta kepada para menteri, para pejabat dan birokrat, agar serius menjamin tercapainya tujuan program pembangunan. Bagi yang tidak serius, saya tidak akan memberi ampun. Saya pastikan, pasti saya copot," katanya.

Kelima, meneruskan transformasi ekonomi dengan menghilangkan ketergantungan pada sumber daya alam menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern yang mempunyai nilai tambah tinggi.

Berbagai prioritas ini bukan merupakan hal baru yang dijanjikan Jokowi, karena sudah pernah diupayakan pada masa periode pemerintahan pertama.

Untuk itu, tidak mengherankan, Jokowi akan mendorong efektifivitas lima prioritas utama tersebut. Apalagi daya saing Indonesia sedikit tertinggal di tingkat global.

Transformasi kebijakan Laporan World Economic Forum (WEF) terbaru menyatakan adanya penurunan daya saing dari posisi 45 menjadi 50 karena adanya kerumitan regulasi dan institusi yang belum ramah terhadap investasi.

Dalam rapat terbatas, Jokowi juga pernah mengeluhkan Indonesia tidak mampu mengambil kesempatan larinya arus modal dari negara maju dan investasi lari ke Vietnam, Malaysia, Thailand dan Kamboja.

Selain itu, meski indikator ekonomi makro menunjukkan hal yang membanggakan, kinerja neraca perdagangan pada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla juga masih mengalami defisit.

Dalam kondisi ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian periode 2015-2019 Darmin Nasution pernah mengatakan berbagai upaya terus dilakukan pemerintah untuk memperkuat daya saing dan produktivitas.

Ia mengatakan pembenahan ini penting. Meski saat ini kondisi ekonomi masih mampu bersaing di tingkat global karena faktor konsumsi dalam negeri.

Darmin mengkhawatirkan bila kondisi global mulai membaik, maka Indonesia akan tertinggal, karena terlambat untuk memacu laju ekspor dan investasi.

"Ekonomi dunia melambat, kita kena, tapi tidak besar, karena porsi ekspor dan impor tidak besar. Namun, kalau ekonomi full speed dan kita tidak bisa mengubah porsi ekspor, kita akan ketinggalan," ujarnya.

Untuk itu, Darmin mengingatkan pentingnya upaya transformasi kebijakan ekonomi di berbagai sektor yang dapat menjaga iklim usaha, investasi dan daya saing Indonesia.

Transformasi kebijakan di era 4.0 ini akan difokuskan untuk mengubah ekonomi berbasis sumber daya alam (SDA) ke berbasis nilai tambah, yaitu industri manufaktur dan jasa.

Terdapat tujuh langkah untuk mewujudkan iklim yang baik tersebut. Yaitu, pertama memberikan tax holiday sesuai besaran investasi untuk pengembangan industri SDA dari hulu ke hilir dan berdaya saing tinggi.

Sektor SDA yang mendapatkan tax holiday yaitu industri kimia dasar, logam dasar, permurnian, petrokimia dan industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan atau kehutanan.

Kemudian, kedua, perbaikan perizinan berusaha melalui sistem layanan terintegrasi melalui one single submission (OSS) sebagai cara memangkas masalah dan mempercepat perizinan investasi.

Saat ini, OSS versi 1.1 telah diperkenalkan dan penyempurnaan sistem elektronik ini terus dilakukan dengan melibatkan peran aktif pemerintah daerah dan Kementerian Lembaga yang terkait.

Ketiga, perubahan sistem perpajakan yang menyeluruh. Termasuk pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi, dan peningkatan berbasis perpajakan untuk pembiayaan pembangunan.

Keempat, pemberian sejumlah insentif fiskal untuk memacu lahirnya industri manufaktur yang dapat mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Kelima, kebijakan perdagangan untuk mendorong ekspor dan menciptakan pertumbuhan ekonomi berkualitas di era industri 4.0.

Hal ini dapat dipenuhi melalui keterlibatan dalam Global Value Chain (GVC), simplifikasi prosedural untuk menekan biaya dan waktu, efisiensi logistik, serta diplomasi ekonomi dan peningkatan pasar.

Keenam, menyiapkan SDM yang kompeten sesuai kebutuhan industri saat ini dengan mengembangkan program pendidikan dan pelatihan vokasi yang meliputi tiga lembaga vokasi yaitu SMK, BLK, dan Politeknik.

Ketujuh, pengoptimalan infrastruktur jalan tol, kereta api, pelabuhan, dan bandara yang akan dihubungkan dengan pusat-pusat perekonomian. Seperti pusat produksi, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), industri kecil, dan pariwisata.

Pembangunan KEK dilakukan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor dan kegiatan ekonomi lain yang bernilai tinggi dengan didukung pemberian fasilitas dan insentif serta kemudahan berinvestasi.

Jebakan Penghasilan Menengah Dalam jangka panjang, seluruh kebijakan, prioritas maupun upaya pembenahan tersebut memiliki target untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara dengan tingkat ekonomi maju.

Melalui pidato pelantikannya, Jokowi menyatakan harapan bahwa Indonesia bisa keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah pada tahun 2045.

Dalam periode itu, Indonesia menjadi negara maju dengan pendapatan menurut hitung-hitungan Rp 320 juta per kapita per tahun atau Rp 27 juta per kapita per bulan.

Selain itu, Produk Domestik Bruto bisa mencapai tujuh triliun dolar AS dengan Indonesia masuk lima besar ekonomi dunia dan kemiskinan mendekati nol persen.

Pemerintah, menurut Jokowi, sudah menghitung-hitung, mengkalkulasi, dan menyatakan bahwa target tersebut sangat masuk akal dan memungkinkan untuk dicapai.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menilai syarat untuk keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan merata.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan untuk mencapai pendapatan per kapita yang masuk pada klasifikasi negara maju.

"Sedangkan pemerataan diperlukan agar pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat," kata Rusli menanggapi pidato pelantikan Presiden Joko Widodo.

Ia menyampaikan pemerataan dapat dilakukan dengan pemberian akses pendidikan, kesehatan, dan ekonomi (modal) kepada masyarakat menengah ke bawah dan akses politik.

Syarat lainnya, lanjut dia, yakni meningkatkan kualitas SDM yang sudah dilakukan pemerintah melalui pemberian beasiswa maupun kartu prakerja.

Kemudian, Rusli mengatakan, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi secara berkelanjutan harus menjadi perhatian pemerintah kedepan.

Namun, tidak ada hal lain yang dapat dilakukan saat ini selain menjaga dan mengawal agar berbagai janji politik tersebut tidak hanya sekedar mimpi di siang bolong.

Seluruh niat baik itu tidak boleh mentah dalam tataran implementasi dan tidak mengorbankan hal-hal krusial lainnya seperti kelestarian lingkungan serta penegakkan hukum dan HAM. (an/eny)

Tags :
Kategori :

Terkait