Mengikuti Pelayaran Tongkang Batu Bara (5): Tambat Malam, Pesiar ke Muara Siran

Minggu 28-02-2021,16:09 WIB
Reporter : Devi Alamsyah
Editor : Devi Alamsyah

Sekitar jam 5 sore itu. Para kru Lisa 53 keluar dari peraduan. Yakin kamar ABK. Mereka semua telah mengenakan safety. Bersiap kembali ke tongkang. Kapal pandu mengantar mereka. Pekerjaan yang harus dilakukan ialah menutupi tumpukan batu bata di atas tongkang, dengan terpal yang sudah tersedia.

PLTU meminta agar gunungan batu bara pesanannya itu ditutupi. Agar tidak basah ketika diterima di PLTU. "Karena kalau basah susah pak dibongkar nya nanti," kata Yaslim.

"Dan itulah yang membedakan kita dengan tongkang pemuat batu bara yang lain. Batu bara kita ditutup terpal," ia menambahkan.

Tapi berkat pengalaman Sandi memandu tugboat di Sungai yang mengular dari wilayah Kutim hingga Kukar ini, pelayaran Lisa 53, nyaris tanpa kendala berarti. Semua rintangan dilalui seperti biasa. Hingga sekitar pukul 19.30 petang, Lisa melipat arah. Menarik haluan tongkang memutar ke arah hulu. Yang membuat seluruh badan tongkang memalang. Nampak terlihat lebar kapal gandeng itu presisi dengan lebar sungai.

Lisa 53 beserta gandengannya ditambatkan di pinggiran Sungai Senyiur. 10 kilometer dari muara. Dan harus menunggu hingga pukul 07.00 pagi besok. Aturan warga perkampungan di bantaran Sungai Senyiur yang mengharuskannya. Sebab malam hari, adalah waktu bagi para nelayan dari perkampungan itu mencari peruntungan.

"Kita harus hargai peraturan warga kampung. Jangan sampai nanti kita di larang lagi lewat di sini," ujar Jumardin.

"Karena kalau ada yang mencoba menabrak aturan. Tidak dibolehkan lagi masuk ke sini. Kalau datang lagi pasti dicegat oleh warga," ceritanya.

PESIAR KE DESA

Beberapa waktu usai tambat, dan orang-orang di dalam kapal telah menyelesaikan semua pekerjaannya. Sandi menawarkan liburan kepada para penumpang. Sembari ia kembali ke rumahnya di desa Muara Siran.

Kapten Jumardin turut mempromosikan ajakan pesiar itu. "Kapan lagi kita singgah jalan-jalan ke kampung." katanya. "Sudah puluhan kali kita lewat di sini, tapi tidak pernah singgah di kampung," ia beralasan.

"Apalagi katanya ada dangdutan di atas (desa)," Jumardin terus merayu. Akhirnya, Kapten Jumardin, Hafidz, Amir beserta Sandi, berlayar ke Desa Muara Siran, di kilometer 7. Menggunakan KM Citra Belayan 07. Kapal assist dan pandu itu.

Sekitar 20 menit, kapal tersebut sandar di dermaga Muara Siran. Tepatnya tambat di sebuah kamar mandi terapung milik warga. Yang diletakkan di atas beberapa kayu bulat.

Sandi bergegas ke kediamannya, menemui anak isterinya. Sementara yang lain, menuju ujung jalan desa. Jalan yang lebih tepat disebut jembatan. Di situlah keberadaan pesta dangdutan itu.

"Beruntung sekali kita ini. Jalan-jalan pas lagi ada hiburan. Kapan lagi kita dapat liburan seperti ini," komentar Jumardin.

Selama kurang lebih tiga jam Jumardin, Amir dan Hafidz dihibur oleh para biduan malam itu. Menikmati keberuntungannya. Melepas diri dari kepenatan di kapal. Yang kebetulan lebih lama mengantre dalam pelayaran kali ini.

Pesta bubar sekitar tengah malam. Pukul 00.30. Semuanya, termasuk Sandi, kembali ke tugboat Lisa 53. Yang tengah "termenung" di pinggir sungai yang gelap gulita. Para awak yang tidak turut dalam pesiar malam itu, telah terlelap.  (bersambung/yos)

Tags :
Kategori :

Terkait