Tak Lepas Meski Kewenangan Dipangkas

Minggu 31-01-2021,16:10 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

SAMARINDA, nomorsatukaltim.com- Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim Muhammad Sa’bani mengatakan Pemprov Kaltim akan tetap mendukung penerapan UU Cipta Kerja. Kendati ada pengalihan beberapa kewenangan daerah ke pemerintah pusat. Salah satunya, adalah penguasaan pertambangan mineral dan batu bara (minerba).

"Kita lihat saja lagi, nanti apa lagi (kewenangan) yang ditarik," ucap Sa'bani, kepada Harian Disway Kaltim dan nomorsatukaltim.com, saat ditemui di ruangannya, Selasa (26/1/2021). Pemprov Kaltim, kata dia, kini sedang menunggu peraturan perundangan di bawahnya yang mengatur dan mengelaborasi UU Cipta Kerja itu. Hal ini, dimaksudkan agar iklim pemerintahan antara pusat dan daerah tetap berjalan harmonis. Baca juga: Nasib Otda setelah Cipta Kerja "Pemprov kan bagian dari pemerintah juga. Jadi harus berjalan seirama. Kalau pun ada masalah nantinya, evaluasi bisa dilakukan. Dan bila diperlukan, bisa kita ajukan saran perbaikan," terang pria yang kini berusia 59 tahun ini. Ia juga menyebut, tak ada potensi kehilangan pendapatan dari take over izin pertambangan ke pemerintah pusat. Karena Kaltim akan tetap menerima komisi pertambangan minerba dari Dana Bagi Hasil (DBH). "Tidak ada kehilangan. Kan tetap saja bagi hasilnya. Dari dulu juga meski izinnya di sini tapi dalam proses untuk mendapat bagi hasil tetap dengan hitungan sesuai jumlah produksi. Berapa dapat royalti, sudah dihitung sesuai dengan aktivitas itu," jelasnya. Kalau pun ada pemangkasan DBH nantinya, Sa'bani menjelaskan hal itu bukan disebabkan oleh proses pengurusan di pemerintah pusat. Melainkan disebabkan oleh penurunan produksi atau pendapatan negara yang menurun. Sa'bani juga menyebutkan masih banyak pembagian kewenangan yang ada di daerah. Seperti pembagian sektor jalan. Ada jalan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Demikian pula dengan perairan, lalu lintas, dan masih banyak lagi. Terlebih, dalam Undang-Undang Dasar sudah jelas mengatur hierarki pemerintahan. Sementara, dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), menurutnya pemprov akan mengoptimalkan pendapatan dari Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. "Kita akan lakukan berbagai kebijakan untuk memotivasi orang membayar pajaknya. Karena kendaraan kan ada terus. Setiap tahun kan ada kewajiban untuk membayar," pungkasnya.

BERHARAP KEMBALI KE DAERAH

Sementara itu, Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kukar Sunggono tidak ambil pusing dengan hadirnya UU Cipta Kerja yang mengambil alih sebagian kewenangan daerah. Karena menurutnya, selama ini pun  pengurusan izin tersebut sudah di tangan pemerintah provinsi. Sejak 2017 lalu. Buntut dari kebijakan Undang-Undang 23 Tahun 2014. Itu juga dibenarkan oleh Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kukar Sri Ridayani. Ketika ditemui harian ini, Sri mendampingi Sunggono. Menurut Sri, sejak 2017 (kabupaten) sudah tidak memiliki kewenangan lagi atas perizinan pertambangan. Kewenangan hanya sekadar masukan dan rekomendasi saja. Sri menyebut, DPMPTSP Kukar hanya mengelola perizinan lingkungan, Amdal, perizinan limbahnya, Izin Mendirikan Bangunan (IMB). “Hanya berkisar disitu-situ saja. Tidak lebih,” ujar Sri. Sunggono kembali menjelaskan, saat ini daerah hanya menunggu tindaklanjut dari pemerintah pusat. Namun ia meyakini, segala konsekuensinya pasti sudah dipertimbangkan sebelumnya. Untuk menggenjot PAD, Pemkab Kukar akan memaksimalkan pada sektor pajak. Ada 11 item pajak yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang. Sembari berharap pajak pertambangan, perhutanan dan perkebunan yang selama ini dipegang pemerintah pusat, bisa segera dikembalikan ke daerah. Harapannya kewenangan dalam pemungutan pajak bisa lebih besar.

AJUKAN USULAN

Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kutai Timur (Kutim), Irawansyah, mengakui terpaksa harus merelakan beberapa kewenangan berpindah ke pemerintah pusat. Padahal, kata dia, wewenang tersebut jadi primadona bagi kas daerah. Seperti penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP), izin galian C maupun pajak sektor perkebunan. “Kini tertinggal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) saja. Karena beberapa perusahaan berkantor di Kutim. Jadi pajak yang ditarik cukup besar,” bebernya. Sebenarnya Pemkab Kutim tidak serta merta menyetujui kaburnya wewenang yang dimiliki. Usulan untuk pajak sektor perkebunan masih berada di Kutim sudah dilayangkan. Hanya saja hal ini masih belum mendapat tanggapan. “Jadi sebenarnya tidak juga langsung hilang semua. Kami bisa mengusulkan. Hanya belum ada pelimpahannya sejauh ini,” katanya. Sementara Plt Kepala DPMPTSP Kutim, Syaiful Ahmad mengatakan, garis kebijakan ini tak mungkin dilawan. Ia juga mengakui jika Omnibus Law Cipta Kerja ini untuk menjaga iklim investasi. Tujuannya tak lain agar ekonomi secara nasional bisa bergerak cepat. “Kami di daerah tentu harus siap dengan kondisi itu,” ucap Syaiful, mendampingi Irawansyah saat ditemui Harian Disway Kaltim dan nomorsatukaltim.com. Menurutnya, kewenangan daerah tidak hilang seluruhnya. Bahkan nyaris tidak ada yang berubah. Terutama untuk sektor perizinan. Izin lingkungan, izin labuh kendaraan berat dan bongkar muat masih dikelola daerah. “Jadi sebenarnya agar investasi tak bisa tertahan di daerah. Saya rasa itu wajar untuk investasi. Justru pola perizinan tiap daerah dibuat pola yang sama,” ungkapnya. Kembali ke Irawansyah. Adanya perpindahan wewenang ini membuat Pemkab Kutim harus cari akal. Terutama untuk meraup pundi cuan yang lebih banyak bagi kas daerah. Beberapa sasaran pun mulai ditargetkan. “Seperti pajak hotel, retribusi tempat wisata coba digarap. Sambil kami juga mencari terobosan baru,” ungkap Irawan. Sebelumya, pendapatan daerah Kutim banyak bergantung pada sektor pertambangan dan perkebunan. Seperti pajak pelabuhan khusus milik perusahaan. Menarik retribusi bongkar muat buah sawit dan lainnya. “Terbaru kami minta pekerja perusahaan wajib memakai NPWP Kutim. Agar pajak penghasilan lari ke kami,” bebernya. Ketua DPRD Kutim, Joni berpendapat, perpindahan kewenangan ini adalah ikhtiar baik pemerintah pusat untuk tidak menimbulkan persoalan di daerah. Walaupun ada kecenderungan terkikisnya kaidah Otda yang sudah dibangun selama 2 dasawarsa. “Ada kemudahan dalam berinvestasi, serta percepatan proyek strategis nasional. Intinya untuk aspek kehidupan ekonomi masyarakat,” kata Joni, saat ditemui di kantor DPRD Kutim, Senin (25/1/2021) siang. Tetapi ia mengingatkan. Berdasarkan konstitusi, kewenangan daerah diberikan sebagai instansi negara yang paling dekat dengan masyarakat. Tujuannya agar pelayanan publik lebih cepat dan terjangkau. “Nah hal ini yang wajib dijaga agar pemerintah daerah masih bisa memiliki ruang dalam mengelola daerahnya,” tandasnya. (bct/mrf/krv/dah)
Tags :
Kategori :

Terkait