Modifikasi Vaksin

Senin 14-12-2020,07:06 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Tentu saya memilih Sinovac. Dibanding Pfizer. Dengan logika saya sendiri.
Tentu saya bukan ahli menilai. Apalagi menilai obat, termasuk vaksin.

Tapi publik dunia sudah tahu: vaksin Sinovac berasal dari virus Covid yang dilemahkan. Sedang vaksin Pfizer dari modifikasi gen.

Tentu saya tidak anti modifikasi gen. Kalau vaksin yang ada, misalnya, hanya yang modifikasi itu saya pun akan menjalaninya.
Yang penting pandemi ini harus berakhir lebih cepat. Juga lebih sedikit korbannya. Jangan mengulangi pandemi tahun 1918 yang korbannya sepertiga penduduk: Flu Spanyol itu.

Bayangkan kalau di zaman ini sepertiga penduduk meninggal dunia. Berarti akan ada 100 juta orang Indonesia meninggal.

Memang, mungkin, itu cara semesta menyeimbangkan kembali tatanan kehidupan. Tapi ilmu pengetahuan akan selalu bisa mengatasi persoalan: mestinya.

Seperti di awal tahun 1900-an. Para ahli di Inggris meramalkan punahnya manusia akibat kekurangan pangan yang berat. Itu didasarkan statistik pertumbuhan penduduk dibanding produksi pangan dunia.

Tapi seorang ahli di Jerman, Yahudi, kemudian menemukan cara pembelahan ‘N’. Itulah awal dari ditemukannya pupuk. Yang bahan bakunya dari udara. Yang kita pakai sampai sekarang. Yang membuat pabrik pupuk kaya raya dan petani tetap miskin.

Tapi, kenyataannya, produksi pangan bisa melebihi kebutuhan –tinggal punya uang atau tidak untuk membelinya.

Kini juga sudah ditemukan bahan baku kertas yang tidak usah dari serat kayu. Minggu lalu saya mengikuti publikasi penemuan itu secara online. Dari Tiongkok.

Di sana sudah ditemukan bahan baku kertas yang baru: batu. Yang dilembutkan menjadi tepung yang amat halus. Lalu dicampur dengan berbagai ramuan.

Penemuan di bidang cocok tanam pun akan terus meroket. Pertanian yang tanpa lahan itu. Termasuk bisa ”menanam” telo rambat (ubi jalar) yang umbinya bergelantungan di udara. Seperti yang sudah sukses diuji coba di Henan, Tiongkok.

Modifikasi gen tanaman juga akan terus dilakukan. Yang sampai sekarang sangat sukses untuk kedelai, kapas dan banyak lagi. Yang kedelai jenis DMO itu di Amerika untuk makanan ternak. Dan yang kita impor, apa boleh buat, untuk membuat tempe.

Tiap kilogram kedelai jenis ini bisa menjadi tempe lebih banyak. Kedelainya besar-besar. Hanya pabrik tahu yang kurang suka memakainya: sari kedelainya, yang bisa menjadi tahu, lebih sedikit.

Saya juga makan tempe dari  kedelai modifikasi itu. Tapi kalau boleh memilih saya lebih senang makan tempe dari kedelai lokal. Lebih gurih. Dan yang pasti bukan hasil modifikasi gen.

Sikap saya terhadap vaksin juga seperti menghadapi sajian tempe di meja makan. Kalau ada yang asalnya dari kedelai yang bukan modifikasi saya pilih itu. Kalau adanya hanya tempe dari kedelai hasil modifikasi ya saya makan juga.

Di Barat salah satu alasan penolakan terhadap vaksinasi Covid adalah soal modifikasi gen itu. Yang anti modifikasi gen tanaman saja begitu banyak. Apalagi ini modifikasi gen manusia.

Tags :
Kategori :

Terkait