Laba Mengilap Bisnis Perhiasan Manik-Manik

Senin 30-11-2020,20:57 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Walau timbul tenggelam, bisnis pembuatan perhiasan dari manik-manik terus mengkilap.

Kurang cocok untuk anak baru gede. Pasar terbesar perhiasan manik-manik ini adalah ibu-ibu juga mahasiswi. Untuk berusaha di bidang ini memerlukan kreativitas tanpa batas. Guna membuat desain yang menarik. Bisnis perhiasan terus menunjukkan prospek yang bagus. Perkembangannya mengikuti tren yang ada di masyarakat. Tak terkecuali usaha perhiasan berbahan manik-manik. Salah satu pebisnis perhiasan manik-manik ini adalah Meitasari Kusumah, pemilik Manila Kaltim. Berlokasi di Jalan Gajah Mada kompleks Pasar Pagi, lantai dasar blok B dan C Samarinda. Manika Kaltim hadir di Kota Tepian sejak 1995. Secara turun-temurun dikelola oleh keluarga Meitasari Kusumah. Dia dan suaminya pun diberikan amanat untuk mengelola usaha ini sejak 2007 lalu. Diberikan arahan oleh ayah dan ibunya yang sudah lebih turun di usaha manik-manik. Walaupun usaha ini memang dikelola keluarga, tetapi Meitasari, panggilannya, mengaku memulai usaha ini juga dari nol. Dirinya juga mengeluarkan modal. Yakni senilai Rp 30 juta. Modal ini, kata Meitasari, sudah kembali sejak beberapa tahun lalu. Lupa pastinya kapan, namun dia menjamin usaha ini memang menarik. Awal peningkatan pasar, terang Meitasari terjadi sejak 2015. Ketika itu memang manik-manik menjadi primadona oleh-oleh khas Bumi Mulawarman. Bergerak di kerajinan, seperti upacara adat, baju adat, aksesoris dan lainnya. Eksperimen juga dilakukan Malika Kaltim. Ketika pandemi contohnya, mereka membuat masker. Dengan desain manik khas adat Dayak juga. Produk dan kualitas juga dijaga. Edukasi pun dilakukan Malika Kaltim, khususnya ke anak-anak muda Bumi Etam. "Untuk bahan-bahan produksi, kita ambil di China dan Taiwan. Tetapi sekarang kita lagi gencar ambil bahan dari Jepang. Bedanya, di kualitas pastinya. Serta warna-warni juga lebih berani," terangnya, Rabu (25/11). Dampak pandemi tentu dirasakan. Tiga bulan awal penurunan omzet mereka rasakan. Terparah, mereka cuma bisa memperoleh keuntungan hanya Rp 5 juta. Sebelum pandemi, omzet yang mereka dapatkan Rp 50 juta sebulan. Bahkan jika ramai, nilai keuntungan bisa lebih dari itu. "Untuk sekarang omzetnya cuma Rp 25 juta saja," katanya. Dinas Perindustrian (Disperin) dan Dinas Pariwisata (Dispar) Kota Samarinda, diterangkan Meitasari membantu untuk mempromosikan produk yang mereka miliki. Dan diakui Meitasari, tidak hanya dirinya, pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) Kota Tepian juga mendapatkan support dari kedua instansi pemerintah tersebut. Beberapa hal yang diperbantukan ialah bahan-bahan. Juga mengajak para UMKM untuk bisa lebih kreatif lagi. "Kita terbantukan sekali (oleh mereka)," tambahnya. Kendala yang dialami Meitasari hanya di sumber daya manusia (SDM) nya saja. Yakni kurang fokus untuk mengerjakan sesuatu sesuai jadwalnya. Tapi bagi Meitasari, hal itu wajar dan menjadi tantangan tersendiri bagi dirinya. Pemasaran Malika Kaltim juga sudah luas. Untuk reseller, dirinya mengaku sudah seluruh Indonesia ada reseller Malika Kaltim. Apalagi di Kalimantan. Pasarnya pun sudah sampai Serawak. Beberapa produk mereka disukai oleh masyarakat Serawak. Dan pasar tersebut sudah sejak lama terjadi. Berawal dari perjalanan wisata kedua orang tua Meitasari, kemudian penawaran dilakukan dan ternyata gayung pun bersambut. "Awalnya gitu, sampai sekarang kalau enggak ada pandemi bisa saja kita terus kirim kesana, tapi sejak pandemi mau tidak mau diberhentikan," pungkasnya mengakhiri. (nad/eny)
Tags :
Kategori :

Terkait