Dokter Terbang Raih Penghargaan

Jumat 27-11-2020,10:53 WIB
Reporter : admin3 diskal
Editor : admin3 diskal

TANJUNG SELOR, DISWAY – Program Dokter Terbang yang digagas Pemprov Kaltara sejak beberapa tahun lalu, diganjar penghargaan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Yakni penghargaan Top 45 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) 2020.

Dokter Terbang masuk klaster provinsi. Selain Dokter Terbang, ada inovasi Melintasi Batas Ruang Kelas Bersama milik Pemprov Jogjakarta, Bunga Tanjung (Pemprov Jakarta), One Pesantren One Product (OPOP) Pesantren Mandiri Umat Sejahtera (Pemprov Jawa Barat), Mega Mendoane Rini (Pemprov Jawa Tengah), Klinik BUM Desa (Pemprov Jawa Timur), dan Ojol Berlian (Pemprov Kalimantan Timur). “Ini merupakan kali kedua inovasi Pemprov Kaltara berhasil masuk Top 45 KIPP. Sebelumnya, pada tahun lalu, inovasi Sipelandukilat juga masuk Top 45 KIPP 2019,” ujar Sekprov Kaltara Suriansyah, Rabu (25/11) lalu. Dengan prestasi tersebut, Kaltara pun akan mendapatkan dana insentif. Sebagai peraih penghargaan Top 45 Inovasi KIPP 2020. “Atas capaian ini, saya menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh jajaran Dinkes, sehingga mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat,” kata Suriansyah. Pelayanan Dokter Terbang, yang melibatkan dokter spesialis di daerah pedalaman dan perbatasan, sejak beberapa tahun belakangan, dirasakan masyarakat setempat. Tanpa harus ke rumah sakit di ibu kota kabupaten. Atau di rumah sakit milik Pemprov Kaltara di Tarakan. Hadirnya dokter spesialis di daerah pedalaman dan perbatasan itu, setelah Pemprov Kaltara melihat bahwa warga di pedalaman dan perbatasan, juga butuh mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Karena itu, sejak 2014 lalu, pelayanan kesehatan melalui program Dokter Terbang ke pedalaman dan perbatasan dimulai. “Waktu (2014, Red) itu, memang belum banyak warga yang dilayani,” ujar Sekretaris Dinas Kesehatan Kalimantan Utara, Andarias Baso kepada Disway Kaltara, beberapa waktu lalu. Karena pelayanan kesehatan gratis itu mendapat respons yang baik dari masyarakat, program pun dilanjutkan pada 2015. Bahkan, pelayanan diperluas ke daerah pedalaman dan perbatasan lain. Anggaran juga terus ditingkatkan setiap tahunnya. Andarias Baso menyebut, anggaran yang sebelum-sebelumnya Rp 1 miliar, pada 2020 ini naik menjadi Rp 3 miliar. Dengan pelayanan yang juga lebih luas. Bahkan, kini pihaknya pun menambah peralatan yang dibawa saat melakukan pelayanan kesehatan. Itu pula yang membuat program Dokter Terbang masuk Top 45 Inovasi Pelayanan Publik 2020. “Sekarang kami bawa USG yang bisa untuk memeriksakan kehamilan, penyakit dalam, maupun anak. Juga ada EKG (Elektrokardiogram) untuk pemeriksaan jantung. Selain itu, juga ada alat pemeriksaan lab sederhana,” ujar Andarias Baso. Namun, bukan tanpa tantangan menjalankan program Dokter Terbang. Apalagi, kondisi geografis Kalimantan Utara yang belum seluruhnya terakses dengan mudah. Ketika melakukan pelayanan ke Krayan, Kabupaten Nunukan, misalnya. Hanya bisa ditempuh melalui jalur udara. Itu pun, penerbangan ke Krayan tidak rutin setiap hari. Sehingga, tim Dokter Terbang terkadang harus berhari-hari di perbatasan. “Pernah waktu di Krayan kehabisan bekal (logistik). Karena pesawat tertunda akibat cuaca. Pernah juga tim (Dokter Terbang) yang ke sana, pulangnya dicicil. Karena seat lainnya untuk warga di sana,” ungkap Andarias Baso. Selain melewati jalur udara, Dokter Terbang juga harus menempuh jalur darat di pedalaman Kabupaten Malinau dan Bulungan. Usai menempuh jalur darat, mereka juga harus melanjutkan perjalanan melewati sungai. Untuk menuju desa yang akan dilayani program Dokter Terbang. “Tantangan memang berat. Tapi, ini demi memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di pedalaman dan perbatasan,” ujarnya. Untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis, pihaknya membawa beberapa dokter spesialis. Misal, spesialis penyakit dalam, spesialis anak, spesialis jantung, spesialis kulit, dan spesialis obstetri dan ginekologi. Dokter-dokter spesialis itu, kata Andarias Baso, merupakan dokter-dokter yang bertugas di rumah sakit di ibu kota kabupaten dan RSUD milik Pemprov Kaltara. “Kalau misalnya, Dokter Terbang melaksanakan pelayanan di Nunukan, maka dokter spesialis yang dibawa dari rumah sakit di sana. Kecuali kalau mereka tidak punya, atau tidak bisa, karena cuma punya satu, maka dokter spesialis di RSUD Pemprov Kaltara yang dibawa,” jelasnya. Sebelum melaksanakan pelayanan kesehatan ke pedalaman atau perbatasan, terlebih dahulu pihaknya berkoordinasi dengan pemerintah daerah yang jadi sasaran pelayanan Dokter Terbang. Untuk memastikan dokter spesialis apa saja yang dibutuhkan masyarakat. “Umumnya mereka minta didatangkan spesialis penyakit dalam dan anak. Tapi kadang juga meminta dokter kandungan, penyakit kulit, bahkan ada juga yang meminta dihadirkan dokter jantung,” sebutnya. “Kalau diambil rata-rata, satu wilayah itu minta tiga dokter spesialis. Yakni spesialis penyakit dalam, kandungan dan anak,” lanjutnya. Sedangkan jenis penyakit yang selama ini banyak dikeluhkan selama pelayanan Dokter Terbang, Andarias menyebut, yaitu infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan hipertensi. Untuk jadwal pelayanan Dokter Terbang, menurut Andarias Baso, tergantung permintaan masyarakat. Namun, pihaknya mengupayakan di satu tempat bisa terlayani 2 kali dalam setahun. “Kami juga berupaya bisa terus meningkatkan pelayanan Dokter Terbang ini. Misalnya, bisa membawa rontgen. Tapi kami juga berpikir, gimana listriknya, gimana membawanya. Kalau alat yang kami bawa sekarang, itu bisa pakai baterai, atau genset,” ujarnya. */HMS
Tags :
Kategori :

Terkait