Thrift Shop, Bisnis Anti Mainstream

Kamis 26-11-2020,16:52 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Bisnis thrift shop terus berkembang mengikuti zaman. Salah satunya dengan membuka store khusus.

Balikpapan, nomorsatukaltim.com- Di tengah perkembangan dunia fesyen dalam negeri ada satu fenomena unik. Yang masih eksis hingga sekarang. Yakni keberadaan pedagang pakaian bekas yang justru tak sepi peminat. Terutama di Balikpapan. Kalau dahulu kala kita menjumpai lapak pakaian bekas di pasar-pasar. Tapi sekarang mulai ada kemajuan. Mengikuti perubahan zaman hingga tampilan. Tak mau kalah dengan barang baru. Para pelaku usaha pakaian bekas ini membuka store. Menjadikan daya tarik agar sedikit nyentrik. Karena memang itu salah satu strategi supaya tidak tergerus dengan kompetitor. Menjual pakaian di store pasti juga memperhatikan kualitas. Dari kebersihan, kerapihan hingga kelengkapan mesti jadi perhatian. Semua itu yang menjadi dasar Andy Septian dan kawan-kawan merintis usaha pakaian bekas. Dalam dunia clothing disebut thrift atau pakaian bekas. Thrift merupakan pakaian bekas impor. Kondisinya seperti baru padahal memang bekas. Biasanya barang thrift ini hanya ada satu. Alias limited edition. Tentunya branded dan dipastikan 100 persen keasliannya. Pria yang sudah 10 tahun menjalani usaha tersebut mengakui awalnya sekadar hobi koleksi. Siapa yang tidak tertarik dengan hoodie Nike misalnya. Dengan harga Rp 200 ribuan. Kondisi 90 persen mulus, dan dibandingkan harga barunya bisa mencapai sejutaan. Koleksi bukan cuma pakaian branded saja. Kaos band juga paling banyak dicari. Dari situ dia melihat peluang bisnis. "Tapi tujuan utama memang hobi saja sih. Kalau pikir keuntungan juga tidak begitu besar. Karena hobi jadi bisa bertahan lama," terang pria kelahiran Balikpapan itu. Cara mendapatkan thrift tidak sembarangan. Biasanya cari di pasar. Tapi itupun sangat terbatas. Maka biasanya para pemburu pesan langsung kepada distributor. Biasanya per karung dihargai sekitar Rp 3 juta. Sekarung itu semua pilihan. Brand terbaik. Seperti Dickies, Uniqlo, Adidas, Nike dan masih banyak lagi. "Atau kadang mereka distributor buka bal atau karung. Sekali dibuka langsung rebutan. Itu seninya," tambah Cuves, sapaannya, pemilik Butik Second tersebut. Sudah sekitar tiga tahun Cuves membuka toko Butik Second yang berada di jalan Pangeran Antasari, Balikpapan Tengah. Atau warga Kota Minyak menyebutnya Gunung Kawi. Selain itu Cuves sudah buka cabang di Jalan Letkol Pol. HM Asnawi Arbain atau Bejebeje. "Buka setiap hari dari sore sampai malam. Di Instagram juga lengkap informasinya," terangnya. Ya, seperti era millenial saat ini. Semua informasi juga dimuat di media sosial. Setidaknya pembeli tahu apa yang dia beli sebelum pergi ke store. Update barang baru atau informasi harga terdapat di Instagram. Hampir semua pengusaha thrift punya media sosial kekinian tersebut. Tak jauh berbeda dengan Cuves, Erwin yang juga penjual barang bekas merasa nyaman. Outdoor bekas yang dia jual juga cukup menarik perhatian. Selain membuka lapak, dia memasarkan melalui media sosial hingga forum jual beli. "Pembeli itu unik-unik. Kadang barang bagus dibilang mahal. Padahal memang sulit dapatkan. Tapi kalau kebanyakan pembeli itu kolektor juga, berapa aja harganya dibeli," katanya. Biasanya pakaian bekas tersebut harganya dinaikkan 50 persen dari modal. Beragam mulai dari Rp 150 ribuan hingga Rp 2 jutaan. Pembeli tinggal memakainya begitu deal. Karena sudah rapi dan dijamin kebersihannya. Kehadiran thrift ini juga bisa menjadi opsi bagi masyarakat yang tak sanggup mendapatkan barang original dengan brand dunia. Tetapi semua tergantung selera. Sebab dunia fashion punya tampilan yang berbeda. (fdl/eny)
Tags :
Kategori :

Terkait