Tak Terdeteksi Lebih Berbahaya

Kamis 26-11-2020,10:42 WIB
Reporter : admin3 diskal
Editor : admin3 diskal

Pelaku perjalanan jadi yang paling diwaspadai penyebaran COVID-19. Yang membahayakan justru yang tidak terdeteksi ketika tiba di Bumi Batiwakkal. Beda hal dengan karyawan perusahaan, khususnya tambang. Mereka ketat terhadap protokol kesehatan (prokes).

Di Kabupaten Berau, banyak terdapat pintu masuk dari luar daerah. Namun, yang lebih banyak terdata di Bandara Kalimarau maupun laut oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Sementara jalur darat tidak terdata. Penumpang pesawat di Bandara Kalimarau, yang datang dalam tiga bulan terakhir sekira 5.000 –8.000 orang, dan yang pergi rata-rata mencapai 7.000 orang. Data Satuan Gugus Tugas COVID-19 perusahaan tambang, yang melakukan Polymerase Chain Reaction (PCR) saat tiba di Berau, dari total penumpang pesawat yang datang sekira 1.500 hingga 1.600 orang. Persentasenya yang PCR dari jumlah penumpang rata-rata hanya sekira 20 persen. (selengkapnya lihat grafis) Sementara Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau, Iswahyudi mempersentasekan, potensi penularan dari masyarakat umum tidak terjaring sekira 60 persen, dan karyawan perusahaan sekira 40 persen dari pelaku perjalanan. Menurutnya, masyarakat yang melakukan perjalanan malah lebih banyak dibandingkan karyawan perusahaan. Masyarakat umum kebanyakan tidak melakukan screening saat tiba di Berau. Bahkan, banyak dari yang mungkin tidak melakukan karantina mandiri, sesuai pedoman penanganan COVID-19. Itu lah yang diduga Iswahyudi, menjadi penularan dari sumber tidak diketahui. “Ada beberapa kali kami merilis pasien terkonfirmasi COVID-19 dari sumber tidak diketahui,” ujarnya kepada Disway Berau, belum lama ini. Pada umumnya, masyarakat akan dilakukan screening bila muncul gejala. Dan jika tidak muncul gejala ataupun tidak melaporkan diri, tentu akan lolos. “Kalau perusahaan itu ada datanya. Makanya lebih besar terlihat jumlah kasusnya, karena terdata,” katanya. Diakui Iswahyudi, perusahaan lebih ketat dalam melakukan screening dengan swab test atau PCR. Namun, pada kasus belakangan, Dinkes sengaja merilis klaster dengan nama perusahaan, agar menjadi pelajaran kedepan untuk semua pihak. Mayoritas perusahaan tambang, cukup kuat dalam mengatasi penyebaran COVID-19 di lingkup kerjanya. Bahkan, perusahaan tambang pun tidak memperkenankan karyawannya masuk kerja jika tidak ada pernyataan swab atau PCR negatif. Jika dipersentasekan, masyarakat umum dengan karyawan perusahaan yang menjalani perawatan memang lebih besar karyawan perusahaan. Yang pasti, untuk persentase potensi penularan atau orang yang tidak terjaring, maka lebih besar masyarakat umum, khsusnya pelaku perjalanan. “Mungkin, 60 persen (masyarakat), banding 40 persen (karyawan),”jelasnya. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi penyebarluasan COVID-19 sekarang pun sedang digencarkan. Satgas COVID-19 Berau kerap melakukan razia atau inspeksi mendadak (Sidak) di beberapa titik keramaian. “Saya akui, di kampung-kampung pedalaman Kelay jauh lebih patuh protokol kesehatan. Karena, saya dapat laporan setiap orang asing yang masuk kampung akan dicurigai,” ungkapnya. Ditegaskannya, Semua sangat berpotensi untuk menularkan. Masyarakat harus lebih kooperatif dalam menjaga diri. “Untuk lebih amannya, silakan semuanya berpikir bahwa semua orang itu positif COVID-19. Jadi semua bisa waspada,” ungkapnya. Soal swab, perwakilan Klinik Tirta Medical Center, dokter David mengungkapkan, dalam satu bulan pihaknya mengeluarkan sekira 2.000 hingga 3.000 hasil swab, yang kebanyakan merupakan karyawan perusahaan. “Kalau untuk detailnya kami belum bisa memberikan informasi lanjutan. Karena, harus kami komunkasikan dengan manajemen terlebih dahulu,” tandasnya Sudah Maksimal Tetap Kebobolan Dalam melakukan pengawasan dan pencegahan penularan Pandemik COVID-19 di Kabupaten Berau, melalui pelaku perjalanan dari luar daerah, petugas dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) bersama tenaga kesehatan terus melakukan screening kepada penumpang pesawat terbang, sebatas pendataan bukan swab test ataupun PCR. Kepala KKP Wilayah Tanjung Redeb, Sianovember Pasaribu mengatakan, dalam 2 bulan terakhir, pihaknya telah melakukan screening kepada 30.579 ribu penumpang pesawat dalam negeri. Sementara awak kapal dari luar negeri yang di screening 1.054, dan awak kapal dalam negeri sebanyak 957. “Screening itu kami lakukan setiap hari, berupa pemeriksaan suhu badan, pendataan penumpang, dan disinfeksi,” katanya, Selasa (24/11). Dirinya tidak memungkiri, cukup banyak pelaku perjalanan terjangkit COVID-19 usai pulang dari luar daerah. Namun bukan berarti, pihaknya di bandara tidak melakukan antisipasi. Di Bandara Kalimarau sendiri ada 5 petugas yang mengawasi dan melakukan screening kepada setiap pelaku perjalanan dari luar daerah. Tiga di antaranya dari petugas KKP, dan 2 dari Dinas Kesehatan. Untuk di muara pantai di tempatkan satu orang dari pihaknya. “Kami terus mengawasi setiap pelaku perjalanan, khususnya dari luar daerah, baik melalui jalur udara, maupun perairan laut,” jelasnya Dijelaskannya kembali, berbagai upaya sudah dilakukan, seperti melakukan pendataan identitas penumpang yang datang. Selain itu juga melakukan pemeriksaan kesehatan, seperti pengecekan suhu tubuh, serta sterilisasi kepada setiap penumpang yang datang. “Kami tidak berikan ruang bagi mereka yang keluar bandara secara diam-diam tanpa ada pemeriksaan. Bahkan, jika ada yang suhu tubuhnya tinggi dari batas normal, maka kami menyarankan untuk swab atau PCR di rumah sakit,” jelasnya. Tidak itu saja, pihaknya juga meminta surat kesehatan yang menandakan penumpang yang datang atau pergi bebas dari COVID-19, seperti hasil rapid test, maupun hasil swab atau PCR. Kepada pelaku perjalanan yang pulang dari luar daerah, maupun yang ingin keluar daerah. “Yang paling kami prioritaskan itu warga dari luar daerah. Karena pelaku perjalanan dari luar daerah ini sangat rawan sekali terpapar. Makanya, kami mencoba berbagai cara agar pengawasan tetap maksimal. meskipun kenyataannya masih tetap ada yang terpapar,” tuturnya. Dirinya juga menjelaskan, dalam melakukan screening kepada pelaku perjalanan, terkadang ada saja masyarakat yang menolak karena merasa sehat dan tidak perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan. Kondisi ini kata dia, yang menyulitkan pihaknya dalam melakukan screening untuk mengantisipasi penularan COVID-19 yang dibawa oleh penumpang pesawat. “Sampai terjadi perdebatan antara petugas dan penumpang. Apalagi kami juga pernah menemukan penumpang yang memiliki gejala COVID seperti suhu tubuh tinggi, dan ketika dilakukan swab ternyata positif,” terangnya. Terkait karyawan perusahaan ketika datang dari luar daerah, dikatakannya, mayoritas mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan pihaknya. “Mayoritas mereka semua kooperatif. Bahkan yang kadang bandel itu yang bukan karyawan perusahaan,” pungkasnya. Lalu Lintas Angkutan Udara Mulai Membaik Kembali membaik, aktivitas bandara tiga bulan terakhir lancar. Kendati begitu, berbeda seperti di waktu normal dalam satu bulan penumpang yang datang dan berangkat bisa mencapai sekiranya 20 ribu penumpang, tetapi rerata 3 bulan terakhir hanya mencapai 7 ribu penumpang. Data lalu lintas angkutan udara Kantor UPBU Kelas I Kalimarau 2020, pada Juli, keberangkatan mencapai 7.468 dengan jumlah 131 pesawat dan 6 operator maskapai. Sedangkan kedatangan mencapai 5.572 dengan 133 pesawat dan 6 operator maskapai. Agustus terjadi peningkatan keberangkatan mencapai 7.774 dengan jumlah 136 pesawat dan 5 operator maskapai. Lalu kedatangan mencapai 7.724 dengan 138 pesawat dan 5 operator maskapai.  Namun di September aktivitas kembali sedikit berkurang yaitu dengan keberangkatan sebanyak 6.999 penumpang dengan jumlah 109 pesawat dan 6 maskapai. Kemudian untuk kedatangan sebanyak 6.934 penumpang  dengan total 111 pesawat untuk 6 maskapai yang ada. Peningkatan pesat terjadi di  Oktober, dengan kedatangan sebanyak 8.086 dengan jumlah 105 pesawat dan keberangkatan sebanyak 8.438 penumpang dengan total 103 pesawat dari 6 maskapai. Kepala Seksi Teknis dan Operasi Bandara Kalimarau Berau, Budi Sarwanto mengakui sebelum memasuki Juli, baik penumpang yang masuk dan pergi masih rerata di angka 200 hingga 250 saja. Sedangkan di luar pandemik, per harinya memang bisa mencapai 1.000 orang. Hal itu juga dipengaruhi dengan adanya penurunan frekuensi penerbangan pada maskapai. Misalkan seperti Garuda Indonesia yang bisanya satu hari sekali, kadang frekuensi itu berkurang, begitu juga dengan jenis lainnya. Sekarang, operator maskapai yang masuk yaitu Wings Air, Sriwijaya, Susi Air, Batik dan Lion Air.Sebelumnya Susi Air masih aktif untuk terbang. “Mulai memasuki Oktober hingga November sekarang, sudah ada peningkatan lagi,” jelasnya kepada Disway Berau, Minggu (22/11). Budi menjelaskan, jika dibandingkan tahun sebelumnya, animo masyarakat akan penerbangan paling ramai dimulai sejak bulan April hingga bulan Oktober. Kemudian memasuki bulan November hingga Januari terjadi arus yang normal. Meskipun adanya kebijakan kenormalan baru seperti penggunaan syarat rapid test tidak begitu berpengaruh pada peningkatan aktivitas. Tapi, satu bulan rerata 7 ribu penumpang sudah sangat membantu. Apalagi, rute penerbangan masih berkisar di tujuan Surabaya, Makassar, Jakarta begitu juga Balikpapan. Masyarakat tentunya akan melihat bagaimana kondisi daerah yang akan mereka tuju. Jika daerah termasuk zona berbahaya, tentu itu berpengaruh pada animo masyarakat untuk bepergian. Keberangkatan sewaktu normal memang lebih banyak dipengaruhi oleh perusahaan dan kedatangan dari para wisatawan lokal maupun asing. Menurutnya, tergantung bagaimana perusahaan memberikan kebijakan pada karyawan mereka, seperti cuti hingga bepergian saat pandemik biasanya memang dibatasi. “Selama pandemik juga belum ada wisatawan asing yang masuk. Biasanya ya ramai saja dari Jerman, Tiongkok,” ungkapnya. Pihaknya tidak mengurangi jam operasional, tetapi selama pandemik penerbangan paling lambat yaitu di jam 7 malam. Sebab, daerah Balikpapan tidak menerapkan penerbangan hingga jam 12 malam lagi, dan hal itu berimbas pada penerbangan daerah lainnya. Meski begitu, tidak ada pengurangan pelayanan kepada masyarakat, walaupun virus corona memang mengharuskan pihaknya untuk melakukan efisiensi pada beberapa hal. Itu mereka lakukan untuk menghindari kerugian yang besar. */FST/*/ZZA/*RAP/APP
Tags :
Kategori :

Terkait