Calon Tunggal, Pandemi dan Pemantau Pilkada

Sabtu 25-07-2020,11:27 WIB
Oleh: Y Samuel Laurens
Calon Tunggal, Pandemi dan Pemantau Pilkada

Seperti penulis uraikan di atas realitas calon tunggal menurunkan kualitas demokrasi. Tentu, kondisi pandemi mengakibatkan potensi petahana tampil dominan sebagai calon tunggal. Namun justru itu, upaya konsolidasi demokrasi masyarakat sipil menjadi keharusan. Konsolidasi demokrasi bisa didorong dengan dimulainya kemitraan strategis antara penyelenggara pilkada, khususnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dengan pemantau pilkada.

Bawaslu dan pemantau memiliki peran besar dalam menaikkan kualitas demokrasi, melalui kerja pengawasan dan pelaporan pelanggaran. Organisasi kepemudaan misalnya, dapat didorong sebagai pemantau pilkada. Sebagai pemantau pilkada memiliki legal standing dalam pilkada sebagai pelapor atas pelanggaran pilkada, juga sebagai pemohon dalam sengketa hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi.

Dalam konteks paslon tunggal maka pemantau pemilu satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan keberatan akan hasil pilkada di MK. Karenanya, konsolidasi demokrasi masyarakat di aras lokal memerlukan pelibatan lembaga pemantau pilkada.

Konsolidasi demokrasi adalah upaya memperkuat kontrol rakyat agar calon terpilih bertindak dan memihak kepada rakyat untuk dan demi kesejahteraan rakyat. Karena sejatinya demokrasi adalah manusia bersaing dengan manusia untuk manusia. Bukan manusia melawan benda mati, kotak kosong. Karena benda mati tidak bertujuan untuk kemashlahatan. (*/dah)

Tags :
Kategori :

Terkait