Bankaltimtara

Jangan Berdasarkan Asumsi

Jangan Berdasarkan Asumsi

Paser, Nomorsatukaltim.com - Mengenai Perda Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat Kesultanan Paser, DPRD meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) untuk melakukan telaah kembali.

Wakil Ketua Pansus II DPRD Paser, Abdul Azis menyebut Perda ini terdapat kekhususan untuk wilayah Kabupaten Paser. Dalam artian katanya tidak mengesampingkan aturan-aturan yang sudah ada.

"Kita juga tidak menginginkan hari ini di Kabupaten Paser ada negara di atas negara. Harapan saya yang ada ini saya kembalikan kepada Disdikbud, tolong telaah kembali," kata Abdul Azis saat rapat di ruang Bappekat DPRD Paser dengan instansi terkait, Selasa (6/6/2023).

Azis menuturkan, jika hanya berdasarkan asumsi-asumsi dirinya merasa hal itu mending tak dilakukan. Sementara Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Paser, Hamransyah menyebut jika Raperda menjadi Perda itu inisiatif DPRD.

Dirinya menyebut Perda termasuk yang seharusnya dulu melalui harmonisasi lebih dulu baru diparipurnakan. Namun saat itu, Januari lalu justru sebaliknya, paripurna dulu dan barulah harmonisasi. "Karena ini inisiatif (DPRD) bukan dari pemerintah. Kalau inisiatif inikan ada naskah akademiknya," ucapnya.

Lanjut Hamransyah setelah diparipurnakan dan sesudah diharmonisasi dikembalikan pada pemerintah daerah. Katanya kemudian ada koreksi lagi. Dirinya mengatakan bagian hukum Pemkab Paser melimpahkan kepada dinas terkait untuk mengedit kembali.

"Karena supaya namanya judul pelestarian ini benar-benar mengena dengan batang tubuhnya semua. Ada korelasi yang betul-betul pakem antara judul secara keseluruhan," terang Hamransyah.

Di tempat yang sama, Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Paser, Surfiani menyampaikan pandangannya sesuai pedoman, yakni Permendagri Nomor 39 tahun 2007 tentang Pedoman Fasilitasi Ormas Bidang kebudayaan Keraton Lembaga Adat dalam Pelestarian Budaya.

"Bahwa keraton adalah organisasi kemasyarakatan, kekerabatan yang dipimpin oleh raja atau sultan yang jelas tertuang dalam Permendagri, itu juga menjadi referensi saya," ucapnya.

Selain itu ia juga berbagi cerita dengan kepala balai pelestarian kebudayaan Provinsi Kaltim terkait Perda itu, meminta pandangan. "Saya juga menanyakan kebeberapa orang tua (sesepuh) yang dalam hal ini," sebut dia.

Adapun yang ditanyakan dari pandangannya seperti Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK). Pasalnya telah tertuang dalam Perda Nomor 8 tahun 2022 tentang Perlindungan dan Pelestarian Kebudayaan Adat Paser.

"Kenapa dimasukkan lagi. Mungkin bisa dijelaskan OPK seperti apa yang dimaksud, karena secara umum sudah termuat dalam Perda Nomor 8," urainya.

Dia juga mempertanyakan perihal baju adat dan maskot. Dikatakan Perbup Paser Nomor 38 tahun 2022 tentang Perbub Nomor 38 tentang pakaian adat dan maskot ornamen dan batik Paser telah tertuang.

"Perbup Nomor 38 tahun 2022 di situ juga ada masuk baju-baju adat kesultanan. Yang saya tanya baju yang tak terkait dengan kesultanan. Baju-baju yang dibikin masyarakat umum, seperti baju untuk ke ladang," tuturnya.

Menurut hematnya yang dimaksud adalah spesifik baju yang dipakai kerabat kesultanan. Jika memang pandangannya dianggap tidak perlu dia tak ada masalah. Dirinya menegaskan apa yang disampaikannya bukan berdasarkan asumsi.

"Saya sampaikan tidak ada kepentingan dan titipan. Saya Saya pasti selalu mengacu pada Permendagri regulasi diatasnya terkait bidang kebudayaan," tutup Surfiani. (adv)

Reporter: Achmad Syamsir Awal

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: